Thursday 2 March 2017

Ahmad Ataka: Bergerak Menginspirasi, Menuntut Ilmu dengan Kesungguhan Hati


Muda, berprestasi, tetapi tetap rendah hati. Dialah Ahmad Ataka, penulis buku “Inspirasi dari Tanah Eropa” yang saat ini sedang menempuh studi doktoral bidang Mechatronics, Robotics, and Automation Engineering di King's College London. Sosok yang tidak hanya berani bermimpi, tetapi juga mau bekerja keras mewujudkannya. Namanya mulai diperbincangkan publik sejak dikabarkan oleh media bahwa Ataka menjadi satu-satunya orang Indonesia yang terlibat dalam proyek STIFF-FLOP, sebuah proyek pengembangan soft robot elastis untuk keperluan bedah tubuh manusia. Proyek ini berada di bawah naungan European Commission yang melibatkan 12 institusi dari berbagai lembaga riset dan universitas ternama di Eropa. Putra sulung dari alm. Ahmad Taufiqurrohman dan Nur Hilawah yang memiliki nama panjang Ahmad Ataka Awwalur Rizqi ini pernah berujar bahwa baginya nama tak hanya sebatas doa orang tua, tetapi juga sebuah tanggung jawab. Memiliki nama yang berarti “orang terpuji yang kedatangannya menjadi rizki” mendorongnya untuk selalu berusaha menjadi pribadi yang semakin pantas mengemban amanah dari namanya.

Berkarya Sejak Kecil
Ahmad Ataka yang kerap disapa Aka menghabiskan masa kecilnya di Banyuwangi bersama dengan kakek neneknya sebelum akhirnya pindah ke Yogyakarta menyusul kedua orang tuanya. Kecintaan pemuda kelahiran 24 Juli 1992 ini terhadap buku telah ia tunjukkan sedari kecil saat kakeknya yang sekaligus guru mengajinya sering membelikannya buku. Aka kecil sudah menamatkan novel Harry Potter and The Sorcerer’s Stone karya J.K. Rowling saat kelas 4 SD. Dalam hal menulis, Ataka dapat dibilang cukup luar biasa. Novelnya telah beredar di pasaran di usianya yang masih remaja, tepatnya pada saat ia masih menjalani tahun keduanya di SMP N 5 Yogyakarta. Berawal dari ibunya yang menemukan tumpukan tulisannya sejak SD, hobi rahasia tersebut akhirnya diketahui ayahnya. Tak disangka sang ayah mendukungnya. Puncaknya, novel yang ia tulis berhasil dilirik penerbit beberapa bulan setelah ayahnya menyerahkan tulisan tersebut ke sebuah komunitas sastra di Yogyakarta. Imajinasinya yang tinggi tertuang dalam ketiga novelnya yang bergenre fiksi, yaitu: Misteri Pedang Skinheald, Sang Pembuka Segel (Alenia, 2005), Misteri Pembunuhan Penggemar Harry Potter (Liliput, 2005), dan Misteri Pedang Skinheald II: Awal Petualangan Besar (Copernican, 2007).

Dunia Fisika Ataka dan Pelajaran Berharganya
Salah satu penikmat karya-karya J.R.R. Tolkien ini tak hanya berbakat dalam menulis. Prestasinya di bidang ilmu fisika telah mengharumkan nama bangsa Indonesia kendatipun perkenalannya dengan dunia fisika diawali dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Saat duduk di bangku SMP, ulangan fisika pertamanya hanya mendapat nilai empat. Hal itulah yang menjadi pemicu rasa penasarannya terhadap mata pelajaran tersebut. Lambat laun, ia mulai menyukai fisika yang menurutnya mampu menghubungkan rumus-rumus abstrak dengan imajinasi yang hidup. Ia semakin akrab dengan dunia fisika ketika guru fisikanya merekomendasikan dirinya untuk masuk tim olimpiade fisika sekolah.
Tahun 2010, Indonesia kembali berhasil mengulang pencapaian terbaik tim olimpiade fisika tahun 2006 berkat Ataka yang berhasil memperoleh medali perak dan keempat perwakilan Indonesia lainnya yang berhasil memperoleh medali emas di ajang International Physics Olympiad (IPhO) yang diselenggarakan di Zagreb, Kroasia. Perjuangannya demi mencapai titik tersebut merupakan perjuangan yang panjang. Tahun 2008, Ataka berhasil meraih medali perunggu di ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN). Selanjutnya, ia menjalani pelatihan bersama dengan 29 finalis OSN lainnya. Namun, antusiasmenya berujung kekecewaan. Ataka gagal menjadi salah satu peserta yang mewakili Asian Physics Olympiad (APhO) 2009. Meskipun ia masih memiliki kesempatan untuk merebut kursi di ajang APhO tahun berikutnya, kegagalan itu sempat menghilangkan rasa percaya dirinya. Ia merasa tak cukup cerdas dibandingkan peserta lainnya sebelum akhirnya tersadar bahwa orang-orang yang berhasil lolos tersebut pada kenyataannya telah berjuang lebih keras. Ataka menyadari bahwa ia belum mencapai batas maksimalnya dalam berusaha. 
Tahun berikutnya, Ataka mulai menyusun strategi, bersiap lebih awal, dan berjuang lebih keras agar tidak menemui kegagalan yang sama. Usahanya yang berkali lipat dari sebelumnya terjawab dengan medali emas di OSN 2009. Selanjutnya, Ataka berhasil meraih medali perunggu di ajang APhO 2010 yang kemudian mengantarkannya pada IPhO 2010. Sebagaimana remaja umumnya ia senang salah satu impiannya tercapai, yaitu berhasil membawa pulang medali pada ajang IPhO 2010. Namun, kemenangan tersebut menyadarkannya bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika pencapaiannya berhasil menerbitkan kebahagiaan untuk keluarganya.

Kuliah di Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada (UGM)
Ataka, konseptor Kaus Pintar Jogja yang pernah menperoleh rekor MURI sebagai kaus bertema fisika dan matematika pertama di Indonesia, adalah sosok yang menghargai dan menghormati orang tuanya. Berat baginya saat harus berseberangan pandang dengan orang tuanya. Lulus dari SMA N 3 Yogyakarta, Ataka yang menyukai fisika dan memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap ilmu tentang listrik berniat untuk melanjutkan studi di Teknik Elektro. Sementara itu, pilihan orang tuanya jatuh pada jurusan kedokteran. Ataka percaya bahwa ridho Allah ada pada ridho orang tuanya. Ia kemudian berusaha bernegosisasi hingga akhirnya ia mendapat restu orang tuanya. 
Selama kuliah, Ataka menjadi asisten di beberapa mata kuliah dan aktif berkontribusi di Electrical Engineering Innovation Centre (EEIC), lembaga riset robotika dan elektronika di jurusannya. Ia mulai menggemari robotika saat ia mengikuti pelatihan robotika yang diselenggarakan oleh EEIC. Ataka sudah beberapa kali mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) berbekal ilmu yang diperolehnya selama kuliah. Ataka dan tim turut menyumbang medali perunggu saat UGM meraih juara umum di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2014 dengan PKM yang berjudul “Perancangan Sistem Koordinasi dan Kendali Formasi UAV Quadrotor untuk Optimalisasi Mitigasi Bencana”.
Ataka adalah sosok pemimpin yang visioner dan mau membaur dengan siapapun. Peserta program Japan-East Asia Networks of Exchange for Students and Youths (JENESYS) 2008 ini pernah menjabat sebagai Presiden Cendekia Teknika (CT). Awal tahun 2012, ia dipercaya untuk memimpin CT. Saat itu adalah masa-masa kritis dimana CT yang semula adalah bagian dari Keluarga Muslim Teknik (KMT) sedang berjuang untuk menjadi badan mandiri di Fakultas Teknik. Bersama para pengurus CT lainnya, Ataka melalui proses yang panjang mulai dari penyusunan AD/ART, program kerja, struktur organisasi yang baru, hingga keanggotaan. Pada April 2012, CT dinyatakan resmi menjadi Badan Semi Otonom (BSO) Fakultas Teknik yang bergerak di bidang akademik dan keprofesian teknik di mana Ataka menjadi persiden pertamanya.


Ataka juga dikenal sebagai
pemimpin yang dihormati. Tahun 2011, ia bergabung dengan Gadjah Mada Aerospace Team (GMAT). Ataka yang memiliki kemampuan manajerial dan kemampuan teknis yang kuat selanjutnya dipercaya untuk memimpin GMAT periode 2013/2014. Ia yang merasa memiliki andil dalam kegagalan tim pada kompetisi Kompetisi Muatan Roket Indonesia (Komurindo) tahun sebelumnya bertekad kuat untuk membawa tim meraih peringkat tiga besar pada Komurindo 2013. Ataka bersama dengan anggota tim tahun 2012, Syauqy dan Irfan, berinisiatif memulai penyempurnaan sistem muatan roket yang sudah dibuat tahun sebelumnya. Mereka melakukannya bahkan sebelum tim Komurindo 2013 resmi dibentuk. Pada periode kepemimpinan Ataka, sistem pembagian kerja dalam tim menjadi lebih terorganisir dan arahan kerja pun lebih jelas. Keinginannya membawa tim menuju tiga besar juga tidak main-main. Prototype muatan roket yang sebenarnya sudah baik masih ia sempurnakan dengan fitur tambahan yang bertujuan untuk menambah poin perolehan. Pada akhirnya, saat kompetisi berlangsung, nilai fitur tambahan tersebut mampu mendongkrak nilai yang sempat di ambang putus harapan lantaran performa uji fungsional roket yang jauh berbeda dengan performa pada saat latihan. Semangatnya yang tinggi dan sifat tidak mudah menyerah terhadap kesulitan yang ada menginspirasi anggota-anggotanya untuk berusaha melakukan hal yang sama sehingga kerja keras mereka selama berbulan-bulan mampu membawa almamater meraih Juara 2 Kategori Muatan Roket pada Komurindo 2013.
Ataka tetap berhasil lulus tepat waktu meski disibukkan dengan berbagai aktivitasnya. Ia bahkan menyandang predikat cum laude dengan IPK 3,90. Pencapaian tersebut tentu tidak dilaluinya dengan mulus. Terhadap mata kuliah yang sulit ataupun kurang disukainya, ia paksa dirinya untuk menekuni hingga tuntas, fokus pada ilmunya dan tidak perlu stres memikirkan hasil akhir.

Menempuh Studi Doktoral Tanpa Harus Bergelar Master
Secara umum, gelar S2 adalah keharusan bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan S3. Namun, lain cerita dengan Ataka, salah satu penerima beasiswa bergengsi Indonesia Presidential Scholarship (IPS). Rencana untuk melanjutkan studi pascasarjana di luar negeri yang sudah ia canangkan sejak memulai kuliah S1 mulai menunjukkan titik terang saat paper yang ditulisnya sebagai pengembangan dari tugas akhirnya memperoleh penghargaan Best Conference Paper Award kategori Exellence Award di konferensi internasional Advanced Robotics and Intelligent Systems (ARIS) 2014. Berkat paper tersebut dan rekam jejak S1 yang luar biasa, ia mendapat arahan dari Prof. Kaspar Althoefer untuk langsung mengambil program doktoral. Prof. Kaspar Althoefer sendiri merupakan kepala Centre for Robotics Research King's College London yang saat ini menjadi pembimbing studi doktoralnya. Tentu saja hal ini tak lepas dari jasa Dr. Adha Cahyadi, dosen pembimbing Ataka yang mempresentasikan paper mereka di Taiwan dan membawa beliau pada pertemuan dengan Prof. Kaspar Althoefer. 
Ataka adalah pribadi yang berani mencoba dan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Saat itu, sebagai mahasiswa tahun pertama yang belum punya karya ilmiah untuk dipresentasikan di sebuah konferensi internasional, ia pernah mencoba mengajukan dirinya untuk mengikuti International Conference on Intelligent Robots and System (IROS) 2015. Ia menawarkan untuk membantu menyampaikan perkembangan riset di stan STIFF-FLOP yang diundang dalam konferensi tersebut. Prof Khaspar pun menyambut baik niatnya. Baginya, pengalaman paling berkesan saat mengikuti IROS ataupun konferensi internasional lainnya adalah bisa bertemu langsung dengan para peneliti robotika terkemuka yang sebelumnya hanya dapat ia lihat namanya dalam karya mereka.
Saat ini Ataka sedang terlibat dalam proyek Four by Three, sebuah proyek yang bertujuan untuk mengembangkan robot industri yang aman untuk bekerja sama dengan manusia. Dalam proyek tersebut, ia berperan sebagai programmer utama dari King’s College London yang bertanggung jawab terhadap pengaturan kekakuan gerakan robot sehingga dapat menjadi lentur saat berada dalam posisi atau gerakan yang berpotensi berinteraksi dengan manusia.
Meskipun robotika merupakan bidang ilmu favoritnya, rasa jenuh tak jarang menyapa. Saat perasaan tersebut menghampiri, ia menumbuhkan kembali semangatnya dengan menonton video sains populer ataupun membaca sejarah di balik suatu penemuan teknologi. Di tengah rutinitas penelitiannya, Ataka juga kerap melakukan video call dengan kedua adiknya di Indonesia, Atya dan Bintang. Terlebih sejak ayahnya meninggal pada Mei 2015 lalu, perannya kini bukan hanya sebagai seorang kakak, melainkan juga sebagai ayah untuk adik-adiknya.

Memulai dengan Hal Kecil, Untuk Indonesia
“Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi, dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya.” – Pramoedya Ananta Toer
Ataka adalah pribadi yang visioner dan senang berkolaborasi. Pengagum tokoh Rancho dalam film “3 Idiots” ini berharap suatu saat nanti ia bisa menjadi peneliti yang tidak hanya sebatas menelurkan paper dan paten tetapi juga mampu memasarkan produk teknologi tepat guna dengan harga terjangkau untuk masyarakat Indonesia. Langkah-langkah kecil menuju cita-cita besarnya sudah dimulainya sejak menempuh jenjang S1. Suatu kali ketika sedang berdiskusi dengan kawannya, terpikirkan sebuah ide untuk membantu tim Search and Rescue (SAR) saat evakuasi korban bencana alam. Ide tersebut terinspirasi dari jatuhnya korban jiwa dari tim SAR saat erupsi Gunung Merapi beberapa tahun yang lalu. Ataka bersama dengan lima orang lainnya kemudian membentuk sebuah tim riset bernama Communication Mobile Robot for Mapping on Disaster Area and Optimizing Mitigation (Commando). Mereka membuat prototype sebuah mobil yang digunakan untuk menjangkau lokasi bencana yang sulit dijangkau karena ketidaksesuaian fisik dan atau pertimbangan faktor keamanan bagi manusia. Riset mulai berkembang ketika Commando menjadi salah satu PKM-KC yang lolos didanai DIKTI. Selepas itu, Commando memperluas anggotanya dengan menyertakan beberapa orang untuk mengurus hal-hal yang bersifat non teknis, salah satunya adalah Irma Kurnia Utami yang saat ini telah menjadi istri Ataka. Pada tahun 2013, Commando pernah menjadi finalis Indonesia Information and Communication Technology Award (INAICTA) kategori Applicative Robot. Tahun berikutnya, Commando berkembang menjadi sebuah komunitas startup yang mewadahi segala macam ide kreatif melalui pengembangan teknologi robotika, tidak hanya terbatas pada optimasi mitigasi bencana. 
Ataka juga tergabung dalam Atnic Corporation (Atnic Co.), sebuah perusahaan startup yang memberikan solusi berbasis riset dan teknologi untuk pertanian dan perikanan. Pada awalnya, Atnic Co. hanya merupakan sebuah business model yang tak lain adalah tugas mata kuliah kewirausahaan. Bermula dari obrolannya dengan salah seorang seniornya semasa SMA yang bekerja di PT. Indmira, Atnic Co. kemudian dipertemukan dengan Ario Wiryawan, CEO PT. Indmira. Pertemuan tersebut menjadi titik awal kerja sama antara Atnic.Co dengan PT. Indmira untuk membuat sebuah perangkat monitoring tambak udang. Awal 2015, terciptalah BlumbangReksa, perangkat berbasis Internet of Thing (IoT) yang dapat memantau kondisi air tambak selama 24 jam sehingga gejala abnormal pada kolam dapat terdeteksi secepat mungkin. Dengan alat tersebut, risiko kegagalan panen dapat diminimalkan. BlumbangReksa semakin berkembang sejak berhasil menduduki peringkat tiga besar pada kompetisi ASME ISHOW 2015, sebuah kompetisi teknologi tingkat dunia berbasis sosial dan lingkungan. Selain itu, BlumbangReksa juga pernah mendapatkan hibah dari Yayasan Inovasi Teknologi (INOTEK). Atnic Co yang saat ini dipimpin oleh Raynalfie Rahardjo dan telah resmi berganti nama menjadi PT. Atnic Ekotekno Wicaksana terus berusaha menyempurnakan BlumbangReksa agar dapat memenuhi kebutuhan spesifik konsumen.
Keinginan Ataka untuk menciptakan suatu produk teknologi tepat guna semakin kuat seiring dengan bertambahnya ilmu yang ia dapatkan selama menempuh jenjang pascasarjana. Di tengah kesibukannya menjalani studi doktoral, Ataka bersama tiga awardee IPS lainnya yang sama-sama menempuh studi di Inggris mencoba mengembangkan proyek Tuberculosis Detect and Care (TB DeCare). TB DeCare adalah sebuah aplikasi untuk mendeteksi penyakit TB dengan memanfaatkan digital image processing dari sputum (dahak) pasien yang telah diperiksa menggunakan portable digital microscope, sebuah alat yang mampu meningkatkan kapasitas kamera ponsel dengan perbesaran hingga 1000 kali sehingga dapat berfungsi sebagai mikroskop. Metode ini memiliki akurasi lebih tinggi serta biaya lebih murah dibandingkan dengan metode pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam) menggunakan mikroskop. TB DeCare terpilih sebagai Juara Pertama Kategori World Citizenship pada kompetisi National Final Imagine Cup 2016 yang diselenggarakan oleh Microsoft. Tak hanya berhenti di situ, sejak November 2016, tim mereka yang bernama Garuda 45 menginisiasi kerja sama dengan Forum STOP TB Partnership Indonesia (FSTPI), Departemen Mikrobiologi Universitas Indonesia, dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta untuk bersama mengembangkan TB DeCare agar dapat diterapkan di Indonesia.
Bagi seorang Ataka, ada kepuasan yang tak terlukiskan ketika ia dapat meneliti suatu permasalahan dan menemukan jawaban atas rasa ingin tahunya. Terlebih ketika ia mampu mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya menjadi suatu produk tepat guna. Itulah mengapa perjuangan yang selama ini ia lakukan tak terlalu berat dijalani. Indonesia membutuhkan orang-orang seperti Ataka demi terwujudnya program Indonesia Emas 2045. Pemuda yang tak hanya berprestasi, tetapi juga tulus mengabdi kepada bangsanya. Benar apa yang dikatakan oleh salah seorang pemimpin besar, Nelson Mandela, “A good head and a good heart are always a formidable combination”. 

"Ternyata, memang tidak ada yang istimewa di balik setiap kesuksesan. Semuanya sama, diawali niat, ditempa kerja keras, dan disempurnakan doa. Adapun soal hasilnya, itu cuma bonus saja. Cukup nikmati ikhtiarnya. Selebihnya, syukuri saja." - Ahmad Ataka

Referensi:
Muhammad, Ario dan Ahmad Ataka. 2016. Inspirasi dari Tanah Eropa. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Book review, journal, notes, project of Ahmad Ataka, http://ahmadataka.wordpress.com/ (diakses 7 Februari 2017)
https://id.linkedin.com/in/ahmad-ataka (diakses 6 Februari 2017)

Keterangan:
Tulisan ini pernah diikutkan dalam lomba menulis biografi yang diselenggarakan oleh Gerakan Menulis Buku Indonesia tetapi belum beruntung menjadi salah satu tulisan yang dibukukan. Oleh karena itu, daripada hanya mengendap di laptop lebih baik saya share di sini wkwkwk. Semoga bermanfaat. Selamat terinspirasi dari tokoh yang menginspirasi :)
Bagi kalian yang ingin pesan bukunya, yuk segera pesan mumpung harganya masih promo. Sekilas mengenai buku bisa dilihat disini. Seluruh royalti akan didonasikan untuk Program Semangat Sejuta Buku, selengkapanya bisa dilihat disini.

"Failure is time to learn how to do something better" - anonim
"The true losers in life are not those who try and fail, but those who fail to try" - Jess C Scott
"Wherever you are -it's too early to draw a conclusion. You maybe down but you are not done. Today's defeat could be tomorrow's gold" - Joe Jordan.

No comments:

Post a Comment