Monday 19 August 2013

Resensi Novel Tere Liye: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah

My rating: 4 of 5 stars

Tulisan di backcover buku:
Ada tujuh miliar penduduk bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta, maka setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya 5 kali dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan nyaris setengah juta sehari-semalam, seseorang entah di belahan dunia mana, berbinar, harap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaanya.
Apakah Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah ini sama spesialnya dengan miliaran cerita cinta lain? Sama istimewanya dengan kisah cinta kita? Ah, kita tidak memerlukan sinopsis untuk memulai membaca cerita ini. Juga tidak memerlukan komentar dari orang-orang terkenal. Cukup dari teman, kerabat, tetangga sebelah rumah. Nah, setelah tiba di halaman terakhir, sampaikan, sampaikan ke mana-mana seberapa spesial kisah cinta ini. Ceritakan kepada mereka.
Cuplikan cerita:
Novel ini menceritakan tentang kehidupan pemuda sederhana bernama Borno, pemuda Pontianak yang lahir dari keluarga biasa saja. Ayahnya meninggal saat dia berusia 12 tahun karena kecelakaan perahu. Akan tetapi, sebelum ayah Borno meninggal dunia, Beliau menyetujui permintaan dokter untuk mendonorkan jantungnya bagi pasien gagal jantung. Kenyataan yang sangat sulit diterima Borno kecil. Bisa saja kan ayahnya masih hidup jika saja mau menunggu dan tidak mendonorkan jantungnya ?
Borno yang tidak dapat melanjutkan kuliah karena terkendala biaya akhirnya bekerja sebagai pengemudi sepit (perahu kecil) yang menyeberangkan penumpang dari ujung sungai ke ujung sungai yang lain. Dia adalah seorang yang sangat ramah, baik hati, dan pekerja keras. Awal mula kisah cintanya adalah ketika ia bertemu dengan seorang gadis keturunan Cina yang bernama Mei, salah satu penumpang kapal sepitnya. Seorang gadis cantik yang membuat Borno jatuh cinta. Suatu ketika Borno menemukan sebuah kertas angpau merah di kapalnya yang notabene adalah milik gadis cina itu dan mulailah kisah ini berkembang.
Review:
Tere Liye berhasil menceritakan kisah yang sebenarnya sederhana dan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, kisah yang tak biasa ditulis dan jarang jadi perhatian para penulis lainnya menjadi suatu cerita yang menarik dan penuh dengan pesan pesan baik. Endingnya pun tidak bisa ditebak. Saya sempat salah menebak endingnya, saya kira Mei tidak jujur tentang perasaannya pada Borno karena Sarah (dokter gigi yang ayahnya masih hidup berkat donor jantung dari Ayah Borno) menyukai Borno. Cerita standar. Tapi ternyata tidak. Sikap Mei kepada Borno yang berubah-ubah ternyata memang penuh misteri. Dan saya suka endingnya, meskipun saat mendekati ending pembaca menjadi kurang terhanyut dalam cerita. Entah karena penulis terkesan buru-buru ingin menyelesaikan cerita atau kata katanya yang kurang mengena. Tapi overall bagus. Pengen tau endingnya? Baca sendiri ya :p
Novel ini juga terkadang membuat saya tersenyum-senyum saat membacanya, salah satunya ketika Borno yang notabene seorang pengemudi sepit selalu menyengaja agar sepitnya ada di antrian 13 agar waktunya tepat dengan keberangkatan Mei (seorang guru yang sehari hari berangkat dengan menumpang sepit). Hal itu dilakukan tidak lain supaya Mei menumpang sepitnya sehingga Borno bisa berbincang dengan Mei sepanjang sungai Kapuas. Borno sering memperlambat laju sepitnya jika ada Mei sehingga membuat para penumpang lain kesal. Ada juga yang membuat saya tertawa, yaitu kejadian saat Borno dengan semangat 45 berlari ke sungai Kapuas hanya karena dibohongi oleh sahabatnya, Andi yang berkata "Ada Mei disana" padahal itu hanya akal-akalan Andi agar Borno mau keluar rumah untuk mengantar rombongan tamu Bapaknya yang ingin berlibur. Ya, terkadang cinta memang bisa membuat seseorang bertingkah gila.
Tere Liye juga menyampaikan pesan pesan baik lewat sisi kehidupan Borno yang sangat menarik. Berganti ganti pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Dari pengemudi sepit, buruh pabrik, kerja serabutan (buruh) hingga akhirnya menjadi montir yang bisa membuat bengkel bapak Andi sukses karena keahliannya dalam memperbaiki mesin yang diperolehnya secara otodidak. Mengagumkan. Borno yang tekun membaca buku buku tentang mesin, rajin membantu di bengkel bapak Andi, serta punya mimpi dan semangat untuk maju meskipun hanya lulusan SMA.
Selain itu, nilai lebih dari novel itu adalah adanya petuah dan nasehat yang dihadirkan lewat tokoh Pak Tua. Melalui nasihat yang diberikan Pak Tua, rasanya kita tak perlu lagi merasakan hidup ini sebagai beban yang berat. Karena sesungguhnya hidup sangat bisa dinikmati, walaupun dalam keadaan tidak menyenangkan sekalipun.
Banyak sekali kalimat kalimat Pak Tua yang menjadi favorit saya, antara lain:
"Kau bolak-balik saja sedikit hati kau. Sedikit saja, dari rasa dipaksa menjadi sukarela, dari rasa terhina menjadi dibutuhkan, dari rasa disuruh-suruh menjadi penerimaan. Seketika, wajah kau tak kusut lagi. Dijamin berhasil."
 "Kau tahu, Andi, dari begitu banyak kalimat bijak tentang cinta yang kaucatat berbulan-bulan ini, untuk orang seperti kau, cukup camkan saja kalimat yang satu ini, sisanya lupakan. Camkan cinta adalah perbuatan. Nah, dengan demikian, ingat baik-baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta, Andi. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi."
"Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya. Kebetulan yang menakjubkan."
"Camkan ini, anakku. Ketika situasi memburuk, ketika semua terasa berat dan membebani, jangan pernah merusak diri sendiri. Orang tua ini tahu persis. Boleh jadi ketika seseorang yang kita sayangi pergi, maka separuh hati kita seolah tercabik ikut pergi. Kautanyakan pada ibu kau, itulah yang dia rasakan saat bapak kau dibelah dadanya, diambil jantungnya dan pergi selamanya. Tapi kau masih memiliki separuh hati yang tersisa, bukan? Maka jangan ikut merusaknya pula. Itulah yang kau punya sekarang.”
Ada juga kalimat bagus dari Bang Togar (Ketua PPSKT, perkumpulan pengemudi sepit daerah sungai Kapuas)
"Jangan sekali-kali kaubiarkan prasangka jelak, negatif, buruk, apalah namanya itu muncul di hati kau. Dalam urusan ini, selalulah berprasangka positif. Selalulah berharap yang terbaik. Karena dengan berprasangka baik saja, hati kau masih ketar-ketir memendam duga, menyusun harap, apalagi dengan prasangka negatif, tambah kusut lagi perasaan kau. Aku tahu kau kecewa, Borno, tetapi jangan biarkan terlalu. Aku tahu kau sedih, tapi jangan biarkan menganga dalam. Esok lusa boleh jadi ada penjelasan yang lebih baik. Bersabarlah, kau paham?"
Akhir kata, novel ini recommended untuk dibaca :)


Saturday 3 August 2013

Kenangan (bekas yang tak mungkin hilang)

Kita sering membiarkan hati kita bermain main tanpa kita sadari hati tidak pernah mengenal kata 'main main'. Dan ketika akhirnya hati sudah terlalu jauh memasuki rasa, pikiran pun lumpuh seketika.

Cinta bisa membuatmu sangat hidup, sampai kau lupa dia juga bisa membuatmu mati.

Kenangan akan selalu indah bila hanya dikenang. Ingat, bila hanya dikenang! 

Melupakan kenangan itu adalah hal yang sulit. Tapi, menolak ketika kenangan itu menyapa lagi, sulitnya berlipat lipat.

Kenangan itu seperti trauma. Butuh banyak waktu, banyak usaha, dan segudang nasihat untuk bisa melupakannya. Tapi, hanya butuh satu pertemuan untuk membawamu kembali tenggelam didalamnya.

Tahukah kamu, mengenang kembali rasa sakit bisa lebih menyakitkan dibanding saat mengalaminya dulu. 

Terkadang hati yang pernah terluka begitu dalam dan tak kunjung sembuh, bisa terbiasa dengan luka itu sendiri dan akhirnya enggan menerima peluang kesembuhan.

Siapa bilang waktu bisa menyembuhkan ? Waktu hanya membantumu melupakan, tapi tetap harus dirimu yang menyembuhkan luka itu. Time seems to heal but it doesn't heal

Duka cinta lama hanya bisa disembuhkan dengan suka cinta baru.

Sering kita meyakini suatu hal sebagai suatu kebenaran yang bakal terjadi, tapi sesering itu jugalah Tuhan menggagalkannya. Sebaliknya, saat kita meyakini suatu hal sebagai suatu kemustahilan yang tak mungkin terjadi, saat itu pulalah Tuhan membuatnya terjadi.

Hidup tak bisa ditebak, maka jangan susah susah menebaknya. Hadapi saja!

Adakalanya kita tidak perlu lagi mencari siapa yang bersalah, tapi perlu mencari siapa yang berani memperbaikinya.


Kata kata diatas adalah quote yang saya ambil dari sebuah novel karya Vincensia Naibaho yang berjudul Cinta yang tak pernah selesai. Meskipun bukan novel favorit saya, tapi saya suka quote-nya. NGENA banget, hehehe.

Terkadang atau mungkin seringnya, ketika kita sudah menyukai seseorang kita lupa bahwa seseorang tersebut bisa berpeluang besar dalam hal menciptakan luka. Kita pun terus menerus mengukir rantai-rantai kebersamaan. Hingga saat luka menghampiri, ukiran yang terlalu banyak itu akan menjelma menjadi segunung kenangan yang akan sulit kita lupakan. Entah harus berapa lagi waktu yang kita butuhkan untuk melupakan kenangan dan menyembuhkan luka itu. Terkadang semua itu hanya bisa terobati dengan kehadiran seseorang yang baru. Dan saat kita sudah nyaman dengan semua itu, terkadang kenangan itu kembali menyapa kita. Dia yang sudah susah susah kita buang dalam ingatan tiba tiba saja datang dan kembali menawarkan kebahagiaan. Saat tahap itulah seseorang yang masih terjebak dalam kenangan akan tergoda untuk kembali bersama seseorang yang sempat menjadi kenangan. Dan mungkin dia akan kembali terluka.
Mungkin benar kenangan akan selalu indah bila hanya dikenang. Ingat, bila hanya dikenang! Bukan untuk disapa kembali.

Friday 2 August 2013

Renungan Pasca UAS

Portal akademik. Nano nano rasanya. Ada yang dibikin sedih, tertawa bahagia, seneng, nangis, biasa saja, down, fly over,  tertekan, tidak terima, pengen banting laptop, dsb.
Saya termasuk yang “biasa saja” sih kayaknya. Kemarin saat akhirnya IP muncul di portal yang ada di pikiran saya hanyalah “hahaha persis seperti dugaanku, huruf-huruf yang tidak diinginkan muncul, IP turun, semua prediksi nilai tepat akurat kecuali FPI yang mndapat sedikit keajaiban, alhamdulillah.”
Untuk berjaga jaga, saya tidak akan menanyakan IP teman teman saya karena khawatir dapat terjangkit penyakit iri, hehe
Esok harinya, IP ternyata lumayan mnjadi trending topic di sosmed. Kemudian saya jadi teringat kata kata Ibu DPA saya saat KRS-an dulu. “Sudah cukup bagus, dipertahankan ya”. Entah itu sekedar basa basi atau tidak, saya menganggapnya serius. Sejak itu, saya berniat akan meningkatkannya, belajar yang bener agar tidak mengecewakan ortu.  Tapi waktu berlalu dan setan telah mencuri niat saya. Saya lupa diri dan tiba tiba sudah UTS. Tiba tiba sudah UAS. Dan ternyata, bisa sekedar mempertahankan pun ternyata tidak. 
Teringat UAS beberapa pekan lalu.  Sebagian besar soal UAS tidak bisa saya kerjakan dengan maksimal, terutama BKTK (terimakasih kepada Pak R*hm*n dkk atas soalnya yang unpredictable dan un'done'able), FPI (sumpaah ini feelnya nggak bisa dapet, mau nyentuh aja rasanya udah enggan, apalagi menghafal kalimat demi kalimat fpi yang begitu absurd, ditambah lagi dosennya yang ....... jadilah saat mengerjakan juga ........), KO2 (kalau rajin baca solomon dan rajin latian soal pasti bisa, tapi masalahnya...............), MTK2 (ini udah belajar tapi ya tetep aja begitu ngerjain soal, muncul pertanyaan 'ini apa sih'...), Gamtek (ternyata teori juga banyak yang keluar, nggak cuma suruh nggambar), sisanya sudah berusaha saya buang dari ingatan.
Ya, seperti paragraf diatas, saya cenderung menyalahkan keadaan ya, hehe. Manusiawi, terkadang kita memang tergoda untuk menyalahkan keadaan.
Dan sebelum kita terlarut dalam kekecewaan, keterpurukan, dan ke-misuh misuh-an, simak baik baik ini.
Apakah kita enjoy saat kuliah ?
Apakah kita fokus saat kuliah? Atau malah memikirkan hal lain? Ataukah sibuk dengan gadget? Ataukah tidur ?
Apakah kita mengerjakan tugas dan PR dengan mandiri? Atau hanya mengeluh dan terus mengeluh bahkan sebelum mencoba? Kemudian akhirnya, kita hanya menyalin jawaban teman dengan cepat tanpa berusaha memahami.
Apakah ketika tidak paham, kita berusaha menurunkan gengsi kemudian bertanya?
Apakah saat menjelang UAS kita berdoa dengan sepenuh hati memohon petunjuk kepada Allah? Yap, bahkan saya hanya bisa mengingat saya melakukan berdoa yang benar benar berdoa bisa dihitung dengan jari, salah satunya saat SNMPTN dulu.
Kemudian, apakah kita terlalu sibuk dengan aktivitas lain sehingga tidak ada waktu untuk belajar?
Apakah kita sudah punya passion? Sudah punya cita-cita? Target?
Jika belum, maka mungkin itu salah satu faktor yang sangat dominan dalam hal penurunan semangat kita.
Masih banyak apakah yang lain yang membuat kita memang seharusnya pantas mendapatkan nilai yang tidak memuaskan.
Pernah ada kakak angkatan yang berkata seperti ini, “Semester awal itu masih mudah untuk mendapat IP bagus, manfaatkanlah dengan baik. Saya menyesal tidak memanfaatkannya dengan baik, karena meskipun saya sudah berusaha keras, semester semester berikutnya tidak mudah”. Mungkin ada yang biasa saja membaca kalimat itu. Sekali lagi mungkin benar adanya, kita tidak akan tahu bagaimana pahitnya keadaan sebelum kita mengalaminya sendiri.
Mungkin benar IP itu bukan sesuatu yang sangat penting. Yang penting adalah kita harus tahu ilmunya. Tapi terkadang di dunia kerja, di Indonesia, tidak bisa dipungkiri, ilmu kita pertama kali juga diukur dengan IP. Dan tidak munafik, saya ingin mencicipi cumlaude. Agar sewaktu saya diwisuda nanti bisa membuat orang tua saya bangga.  

Menulis postingan ini saya jadi teringat kata kata saya kemarin: quote after seeing 'portal akademik': "next semester I will study hard, I won't be lazy people like this semester", but the next semester the quote still the same.
Quote saya semester lalu, dan juga semester ini. Semoga tidak untuk semester tiga. Aamiin.