Saturday 14 October 2017

GENAP - Nazrul Anwar

Ceritanya mau nulis kata-kata bagus dari novel dengan judul tersebut di atas. Tapi udah lama nggak nulis. Boleh lah yaa cerita agak banyak dulu, hehe. Kalau mau langsung baca kutipan novelnya, skip ke yang kalimat miring langsung aja yaa.

Jadi ceritanya gini. Pernah banget dulu berdoa, kurang lebih seperti ini. "Ya Allah, pertemukanlah aku dengan orang yang baik agamanya." Terharu banget waktu beneran dipertemukan. Entah sudah rencana-Nya atau memang berkat doaku yang terkabul. 

Dia temen pertamaku waktu kerja. Awal ketemu rasanya langsung ada chemistry padahal beda setahun sampai aku manggilnya nggak pake mbak saking nyamannya wkwkwk. Bisa langsung saling cerita banyak tentang apapun. Rekor buat orang introvert macam aku. Kenal orang ini jadi nonton youtube-nya Ustadz Khalid Basalamah sama Ustadz Syafiq Riza Basalamah. Aku baru sekali denger nama ustadz tersebut waktu itu. Kerjaan youtube-an mulu tapi jarang banget buat searching kajian. Dan ternyata bagus buat nambah ilmu, coba deh ditonton sekali-kali. Sama Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Salim A Fillah, dan Buya Hamka, Ustadz Abdul Somad juga bagus. Lumayan pencerahan, bikin adem, banyak ilmu baru meskipun mengubah perilakunya masih belom begitu, hehehe. Selain itu jadi tau buku bacaannya dan akhirnya dipinjemin novel ini.
Kalau ditanya "Genap" itu novel tentang apa, jawabannya tentang awal hidup berumah tangga, tentang cinta dan pembelajarannya. Nih kutipannya. Semoga kalian juga jadi pengen baca, wkwkwk

"Betapa bahagianya aku, ketika kamu, entah di tangisanku yang ke berapa di hadapanmu, hanya diam mendekapku, tanpa berkata-kata. Betapa kesedihanku langsung lenyap seketika karena aku merasa dimengerti, dan betapa lemesnya aku ketika keesokan harinya kamu bilang kalau kamu diam karena kamu lagi capek. Jadi bukan karena kamu ngerti. Aduh, kamu ituh, boleh dilempar pake sendal nggak sih?"  Wkwkwk ngakak lah di bagian ini haha tapi bener kok, kadang perempuan nangis itu cuma butuh puk-puk tanpa banyak kata.

"Awalnya aku cukup kesulitan untuk mengerti apa yang ada di dalam pikiran kamu. Dan aku sangat kesal kalau kamu tak mengerti apa yang sedang aku rasakan. Well, laki-laki cenderung lebih logis sedangkan perempuan cenderung lebih melankolis. Jadi wajar kalau laki-laki lebih suka dengan perempuan yang pikirannya nyambung dengan dirinya. Sedangkan perempuan lebih suka dengan laki-laki yang membuatnya nyaman. Dan mungkin itulah salah satu kekurangan kita di awal awal kebersamaan kita. Kamu belum merasa nyambung denganku. Dan aku belum merasa nyaman denganmu." Intinyanyaman itu lebih horor daripada sekedar ganteng dan kaya, wkwk.

"Seharusnya, semakin besar usaha kita untuk membahagiakan orang lain, semakin besar pula kebahagiaan yang akan kita rasakan. Kalau ternyata dengan membahagiakan orang lain kita tidak tambah bahagia, pasti ada yang salah dengan caranya. Sayangnya, yang terakhirlah yang terjadi padaku, ketika aku berusaha menjadi sosok yang kamu inginkan dalam rangka membahagiakan kamu, aku jadi aku yang bukan aku, yang menyembunyikan kekuranganku yang sekiranya tak kamu suka, yang berusaha menjadi sosok lain yang kamu suka. Khawatir kalau nanti akunya begini nanti kamunya begitu atau kalau akunya begitu nanti kamunya begini. Dan jujur itu sungguh melelahkan." Menjadi diri sendiri tetep pilihan paling bijak sih.

"Sekali lagi, terima kasih sudah menghargai aku. Tapi aku tak mau, kalau hanya untuk menghargai aku, kamu lupa untuk menghargai diri kamu sendiri. Kita harus bisa menghargai diri sendiri sebelum menghargai orang lain, bukan? Karena hanya dengan begitulah kita bisa benar-benar tulus menghargai orang lain. Kalau dengan menghargai orang lain itu kita merasa direpotkan, merasa disusahkan, sebenarnya pada waktu itu kita tidak benar-benar menghargainya. Kita hanya sedang merasa "nggak enak" dengan orang yang dimaksud. Seharusnya menghargai orang lain itu akan berujung pada kelegaan, akan menghasilkan kebahagiaan tersendiri." Jleb banget. Kadang suka menyusahkan diri sendiri, ceritanya melakukan sesuatu buat orang lain, padahal kadang cuma karena nggak enak. Kurang ikhlas intinya hahaha.

"Aku masih ingat dengan jelas pasangan yang menjadi kriteriamu dulu, sosok yang belakangan ini aku berusaha sekuat tenaga untuk menjadi sepertinya. Aku juga masih ingat dengan jawabanku dulu, ketika kamu bertanya tentang pasangan seperti apa yang aku inginkan untuk menggenapi hidupku. Jawaban yang sekarang membuatku malu, jawaban yang seandainya bisa aku ralat, aku akan meralatnya seperti ini: Seseorang yang bisa membuatku nyaman untuk jadi diri sendiri, seseorang yang membuatku tak perlu menyembunyikan apapun darinya, seseorang yang bisa menerimaku apa adanya. Karena aku ingin, kita memulai kebahagiaan dari apa yang sudah ada, bukan dari apa yang belum kita punya." Intinya mah ga usah muluk-muluk.

"Iya, ya, padahal aku sudah tau kalau cemburu itu capek, kenapa juga harus cemburu? Ya sudahlah, namanya juga perasaan, memang begitulah adanya. Datang begitu saja. Sebenarnya pembenaran aja sih, sama seperti jutaan perempuan di luar sana yang menggunakan perasaan sebagai pembenaran. Hehe. Padahal seharusnya, kita bisa mengendalikan perasaan kita, mana perasaan yang harus diungkapkan, mana perasaan yang cukup kita konsumsi sendiri saja." Kalimat terakhir perlu diingat baik-baik haha.

"Rasa cemburu telah melupakan banyak hal yang dulu telah kita sepakati, untuk lebih mendahulukan kewajiban daripada menuntut hak kita. Karena apapun bentuknya, menuntut memang selalu melelahkan. Maka banyak-banyaklah memberi, agar kita tidak punya waktu untuk banyak menuntut. Memberi perhatian, memberi pengertian, juga memberi maaf tanpa diminta. Dan betapa tenangnya kalau kita percaya, betapa leganya kalau sudah tak ada lagi curiga." :"))

"Normalnya, perempuan itu lebih rajin daripada laki-laki. Jadi kalau ada perempuan bawaannya males buat melakukan apapun, bukan berarti perempuan itu tidak sedang melakukan apa-apa. Dia hanya sedang sibuk dengan perasaannya sendiri. Jujur, aku termasuk dalam golongan perempuan kebanyakan itu." Kebiasaan kebanyakan perempuan yang memprihatinkan: menghayati kegalauan. Maunya pengen nggak kepikiran tapi hawanya kalau lagi galau cuma tidur-tiduran, terus masih ditambah lagu-lagu galau. Ya gimana bisa ngga kepikiran. 

"Kita pasti tahu siapa orang yang kita suka, siapa orang yang kita cinta. Bahkan bagi seseorang yang belum menggenap, selalu ada kecenderungan agar orang tertentu yang bersedia menggenapinya lalu hidup berbahagia sebagai pasangan suami istri. Mereka tahu. Hati mereka merasakannya. Hati mereka sudah punya jawabannya. Tinggal masalahnya, mereka berani mengakuinya atau tidak. Bukan masalah berani mengakui apa tidak sebenarnya. Hanya saja, keberanian itu akan membedakan tindakannya. Orang yang berani mengakui perasaannya, tentu akan memperjuangkan apa yang dirasakannya. Sebaliknya, orang yang tidak berani, lebih memilih untuk menyimpannya, untuk melupakannya. Padahal bisa jadi, melupakan lebih sulit daripada memperjuangkan. Walaupun keduanya mungkin sama-sama terhormat bagi orang yang bisa melewatinya. Yang repot itu, tidak mau memperjuangkan tapi tak juga melepaskan. Terjebak pada perasaannya sendiri." Inget-inget tuh kalimat terakhir. Kalau ada yang terjebak, jangan kelamaan hahaha.

"Orang yang dasarnya baik itu nggak pilih-pilih. Dia akan berbuat baik pada siapapun. Kalau ada orang yang baiknya keterlaluan banget sama kita, tapi dia nggak baik sama orang lain, itu sudah pasti baiknya dibuat-buat, baiknya karena ada maunya. Kalau baiknya seperti itu, baiknya akan selesai setelah dia mendapatkan apa yang diinginkannya." Sebenernya wajar suka sama orang terus jadi baik sama orang yang disuka, tapi yang harus digarisbawahi, jangan lupa liat sikap dia ke orang lain kalau mau tau yang bersangkutan beneran baik apa enggak. 

"Aku tak tahu akan seperti apa kehidupanku dengan laki-laki yang baru aku kenal yang akan menggenapiku ini, tak ada yang tahu, Kalaupun nanti setelah menggenap harus repot karena banyak yang perlu disesuaikan, atau barangkali banyak masalah yang perlu diselesaikan, setidaknya aku repot untuk sesuatu yang sudah pasti, untuk sesuatu yang sudah menjadi bagian hidupku, dan memang sudah termasuk kewajibanku. Repot yang berujung pada kebaikan." :")

"Seandainya kamu dihadapkan pada dua pilihan, siapa yang lebih kamu pilih untuk menggenapi kehidupan kamu? Seseorang yang kamu cintai tapi tidak mencintai kamu, atau seseorang yang mencintai kamu tapi tidak kamu cintai?" Biasanya pasti pada milih yang pertama. Aku juga. Dulu. Sekarang yaa belum langsung berubah jadi yang kedua juga, tapi setidaknya sudah terbuka pikirannya tentang hal ini. Baca ini coba.

"Dan dewasa adalah kamu tetap menunaikan kewajiban kamu, seberat apapun kondisi yang menimpa kamu. Dewasa adalah kamu tetap memenuhi hak orang lain atas kamu, semenyebalkan apapun orang yang harus kamu penuhi haknya itu. Dewasa adalah memaafkan orang lain sebelum orang itu meminta maaf, bahkan tetap memaafkan jikapun orang tersebut tak memintanya. Bukan karena memaafkan itu sebuah keharusan, tapi karena dengan tidak memaafkan, kamu akan lebih menyakiti perasaan kamu sendiri. Dewasa tidak selalu kamu yang harus mengalah. Dewasa adalah kamu tau kapan saatnya mengalah. Bukan karena kamu takut ataupun lemah. Tapi terkadang, mengalah memang pilihan yang paling bijak. Dewasa adalah kamu mengurangi ego kamu, sebetapa sedikitpun ego yang kamu rasa. Bukan karena ego itu tidak penting, tapi karena menjaga kebersamaan selalu lebih penting daripada ego kita asing-masing." Ego....seringkali menang tanpa disadari. Kalau kata orang-orang tua: "nek rung wani ngalah ojo nikah".

"Laki-laki yang baik, akan mencari perempuan yang baik, dengan cara yang baik."

"Kamu bukan tanggung jawabku, begitu sebaliknya. Apalah artinya repot-repot menghabiskan pikiran dan perasaan untuk seseorang, yang sebenarnya orang itu bukan tanggung jawabnya kita. Apalah hebatnya berkorban untuk seseorang, yang sebenarnya orang itu tidak layak atas pengorbanan kita. Bukan berarti tak boleh. Hanya saja masih ada yang lebih berhak untuk bersemayam dalam pikiran dan perasaan kita, masih banyak yang lebih layak untuk mendapatkan pengorbanan kita; keluarga kita, orang-orang terdekat kita, orang-orang yang selama ini begitu berarti bagi kehidupan kita, mereka-mereka yang memang menjadi tanggung jawabnya kita. Bukan orang entah siapalah."

Sekian. Tertarik baca nggak?