Monday 29 July 2013

Bedanya Kuliah dan Sekolah (Tips Sukses di Kampus) #2

Mungkin ketika SMA, kita iri melihat tetangga sebelah yang berstatus mahasiswa. Dia berangkat kuliah tak perlu pagi pagi buta, baju bebas, bahkan terkadang tidak berangkat kuliah sama sekali. Padahal setelah kuliah, kadang kita iri melihat anak SMA. Ya, itulah manusia haha
Sebelum mulai mengatur strategi sukses kuliah, kita perlu tahu medan tempur kita. Inilah perbedaan esensial antara belajar di SMA dan di Perguruan Tinggi
Tanggung Jawab Lebih Besar
Di SMA, hampir seluruh waktu belajar kita di sekolah sudah ditentukan. Intinya, wajib hadir di kelas pada semua mata pelajaran yang berlangsung pada jam yang hampir sama setiap hari. Istilahnya, tinggal ngikut lah
Di universitas, tidak semua dosen mewajibkan mahasiswa hadir. Terserah mau datang atau tidak. Meskipun tetap ada batas kehadiran minimum. Tapi jangan buru buru memutuskan hanya masuk saat ujian. Percayalah, kita akan ketinggalan banyak sekali kalau jarang masuk.

Wednesday 10 July 2013

Bakwan Jagung dari Tepung Tapioka

Saya mau sedikit berbagi cerita nih pembaca. Bukan cerita tentang bagaimana resep membuat bakwan dari tepung tapioka. Bukan penemuan resep masakan baru. Ini tentang kekonyolanku, atau sebut saja kebodohanku juga boleh, hehe.
Malam ini malam terawih kedua di bulan ramadhan tahun ini. Kebetulan saya sedang ada dirumah. Libur, sedang tidak ada kegiatan kampus. Seperti biasa saya dan tetangga-tetangga melaksanakan ibadah terawih bersama di mushola desa kami. Setelah sholat terawih usai, kegiatan dilanjutkan dengan tadarus bersama. Buat yang tidak tahu, tadarus itu mengaji atau membaca Al Quran bersama-sama. Nah, setelah selesai tadarus ada yang namanya jaburan. Jaburan itu makan makanan kecil usai terawih dan tadarus. Jadi, setiap rumah pada hari tertentu mendapat bagian untuk mengirimkan makanan tiap malamnya.
Malam ini, ada yang membawa tempe goreng, ketela, gondang gandug, dan bakwan jagung.
Sembari mengobrol saya mencomot bakwan jagung dan mulai mengunyahnya. Begitupun teman saya. Gigitan pertama. Gigitan kedua. Kemudian saya mengalihkan tatapan saya dari bakwan ke arah teman-saya-yang-juga-sedang-makan-bakwan. Teman saya balas menatap saya dengan tertawa setengah meringis sambil melirik bakwan jagung di tangannya.
Haha ternyata bukan saya saja yang merasakannya. Bakwan jagung ini aneh, rasanya ulet, tidak renyah. Kemudian dalamnya agak keras, dan jagungnya setengah gosong. Sampai sampai sebelumnya saya mengira itu bakwan kacang *emang ada?
Keanehan rasa bakwan itu terbukti dengan banyaknya bakwan yang tersisa, tidak ada yang mau membawanya pulang seperti biasanya.
Setelah mushola sudah lumayan sepi, kami bergosip tentang bakwan itu.
"Kasian ya nggak laku, tapi emang rasanya aneh sih"
"Iya, kayak belum matang gitu ya"
"Bukan belum matang, tapi ini kayaknya bukan dari gandum (tepung terigu) deh"
"Maklum, yang buat kan Bu X, udah tua juga"
"Iyasih mungkin keliru pake pati (tepung tapioka) ini haha ada ada saja"
Kemudian kami saling menunjuk untuk membawa pulang bakwan aneh ini. Intinya, tidak ada yang mau makan lagi setelah mencobanya tadi. Dan kami semakin terbahak ketika tadi ada Si Bu Y yang biasanya maruk (rakus) bawa makanan tiba tiba tidak mau sewaktu tau yang tersisa adalah bakwan jagung.
Kemudian saya teringat sesuatu dan saya langsung nyeletuk "Lhoh, padahal tadi si Bu X beli gandum di warung ibuku"
Semua langsung menoleh ke arahku dan serentak bilang "Paraaaah pasti kamu salah ngasih. Pasti kamu kira kamu ngasih gandum padahal itu pati" 
Yang lain menambahkan "Iyaaa dan Bu X kan sudah pikun jadi ya mana ngerti protes, mungkin dia juga nggak nyadar sampai sekarang"
Semua menertawakanku. Aku mati kutu.
Sampai dirumah karena penasaran aku langsung mengecek dan bertanya pada ibuku. Dan ternyata bener aku salah. Aku ngasihnya pati bukan gandum. Dan parahnya lagi, padahal ada tulisannya di kotaknya mana gandum mana pati.
Sok tau saya berakibat fatal. Cuma masalah sepele tapi efeknya.........
Kasian Bu X. Saya jadi merasa bersalah, padahal tadi saya juga ikut andil dalam menertawakan bakwan aneh itu.
Pelajaran yang dapat diambil dari cerita ini adalah jangan sok tau, tanya kalau nggak tau, jadi orang yang teliti. Besoknya, saya langsung ke rumah Bu X buat minta maaf.
Oh iyaa ini nih bukti kalau mereka kembar
Tepung Terigu
Tepung Tapioka



Hampir sama kan sekilas? Sama kan? Beda sih sebenarnya ._.
Kemudian setelah saya tanya Om Google ternyata bedanya adalah tekstur gandum lebih lembut.

ps: pati itu sinonimnya tepung tapioka kan? atau saya sok tau lagi? :(

Friday 5 July 2013

Pantai Kwaru

         Waktu menunjukkan pukul 14.00 WIB. Jam nganggur. Tidak ada yang dikerjakan. Akhirnya, saya dan teman teman sepengangguran memutuskan untuk pergi ke pantai. Karena sudah cukup sore, kami memilih untuk pergi ke pantai yang dekat saja. Dan karena kami berempat (saya, amik, lalak, febi) notabene adalah kaum hawa semua, kami memilih pantai yang medannya mudah. Akhirnya, kami memutuskan untuk pergi ke Pantai Kwaru yang terletak di desa Poncosari, kecamatan Srandakan, kabupaten Bantul, DIY. Kami semua belum pernah ke pantai tersebut. Dengan bekal petunjuk arah dari teman saya, kami berangkat. Di jalan, kami banyak bertanya pada orang-orang agar tidak tersesat, seperti kata pepatah "males bertanya sesat di jalan", hehe. Setelah melewati perjalanan kurang lebih satu setengah jam dengan kecepatan standar, akhirnya kami tiba di pantai Kwaru.
        Jadi, rutenya adalah sbb: dari Malioboro lurus menuju perempatan (yang ada BNI nya) - belok kanan - pertigaan - lurus - perempatan - belok kiri - pertigaan - lurus - perempatan - lurus - perempatan nggak jelas (perempatan besar yang tidak rapi) - lurus - sampai di Jalan Bantul - lurus terus sampai menemukan perempatan Palbapang (melewati 8 lampu merah terhitung dengan lampu merah di perempatan Palbapang) - belok kanan - lurus saja menuju Srandakan sampai melihat jembatan Srandakan. Sebelum jembatan Srandakan belok kiri. Di sebelah kanan jalan akan ada petunjuk arah "Pantai Kwaru 6 km". Lurus saja mengikuti jalan, nanti akan ada persimpangan dengan petunjuk arah ke kanan Pantai Baru, ke kiri Pantai Kwaru. Ambil kiri, ikuti jalan dan akan ada pertigaan, kemudian belok kanan. Sampailah di Pantai Kwaru (tiket Rp. 5000,- /org). Jika bingung, tanya saja warga disana.
        Sampai disana, kami segera menjalankan ritual ala wisatawan, yaitu foto-foto dengan latar keindahan Pantai Kwaru. Meskipun kami agak kecewa karena pasirnya yang tidak istimewa (red: pasir hitam), tapi rasa kecewa kami terbayar dengan keunikan pantai Kwaru, yaitu adanya barisan pohon cemara di bibir pantai, Cemara Udang namanya. Konon pohon cemara itu adalah hasil jerih payah penduduk sekitar pantai tersebut. Fasilitas wisata yang disediakan antara lain adalah kolam renang, Motor ATV dengan harga sewa sekitar Rp. 25.000,- untuk 15 menit. Pantai Kwaru merupakan daerah Palung (jurang yang terletak di dasar laut). Disana ada papan peringatan bertuliskan "Daerah Palung air tenang menghanyutkan". Itulah yang menyebabkan kami tidak berani untuk bermain dengan ombak lebih jauh, sehingga kami memutuskan untuk jalan jalan menyusuri pantai, melewati barisan hutan pohon cemara sambil berfoto. Hutannya sangat cantik, cocok untuk diajak berfoto, hehe.
        Kami berjalan jauh sekali. Terkadang berhenti untuk sekedar menghiasi pasir pantai dengan tulisan kami. Kami berharap bisa melihat sunset, tapi apa daya setelah dipikir pikir sunset pasti akan tertutup oleh rerimbunan pohon cemara karena sebelah barat yang terlihat sejauh mata memandang adalah barisan cemara yang tak ada habisnya. Akhirnya setelah waktu menunjukkan 17.00 kami memutuskan untuk pulang. Kami bagaikan zombie yang sedang berjalan. Berbalik menuju tempat parkir dengan sisa sisa tenaga yang ada. Mungkin hanya lalak yang tidak merasa capek, karena rasa capeknya terlupakan gara gara sibuk menangkap kepiting. Kurang kerjaan memang. Katanya, untuk dibawa pulang ke kos. 
Setelah singgah di mushola, kami segera memulai perjalanan pulang. Akhirnya, jam 07.40 kami sampai di Pogung, tepatnya di rumah Mas Pri (langganan makan kami para anak kos).
Inilah sebagian foto foto kami
pasirnya nggak jelek jelek amat kan ?

ombak pantai
tulisannya ternodai TT
febi, lalak, ami
Sekian

Sekian
 

Maafkan kami yang pelupa ini, Pak

Rabu, 3 Juli 2013. Cerita bermula ketika saya mengantarkan teman saya ke Balai bla bla bla (lupa namanya) di daerah Kalasan dalam rangka pengambilan berkas untuk mengikuti test masuk STAN. Perjalanan dari kos saya menuju tempat tersebut berlangsung secara terburu buru karena kami berangkat mepet. Beruntung, sampai disana nomor antrian yang dipanggil baru 580, sedangkan nomor antrian teman saya (untuk selanjutnya, teman saya sebut saja Sri) adalah 590an. Hanya lima menit sampai akhirnya tiba giliran Sri. Setelah pengambilan berkas beres, kami segera cabut. Rencananya kami akan ke pantai. Tapi apa daya, di tengah perjalanan, hujan tiba tiba turun dengan amat derasnya. Benar benar -hujan di musim kemarau- yang menyebalkan.