Saturday 28 February 2015

Supernova: PARTIKEL

Cerpen Dee yang berjudul "Filosofi Kopi" bagaikan magnet yang membuat saya tertarik untuk membaca novelnya. 
Di antara Partikel, Akar, dan Petir, Partikel adalah yang paling bagus menurut saya (fyi, saya tidak menganggap novel-novel tersebut adalah bagian dari serial supernova, saya baca tidak berurutan, semau saya saja, masa bodoh dengan misteri yang ada di dalam supernova haha).
Partikel adalah sebuah mahakarya yang KAYA, CERDAS, DALAM, dan MEMBUKA MATA. Meskipun sesekali terselip pengetahuan yang menurut saya ditulis terlalu detail -yang menurut saya tidak perlu- sehingga membuat kening saya berkerut *maaf subjektif banget yang ini :p*. Yaa anggap saja bagian tersebut adalah bacaan ilmiah yang dapat menambah wawasan.
Novel ini menceritakan tentang dampak perbedaan yang akhirnya memaksakan sebuah perpisahan. Tentang pencarian jati diri, tentang masa lalu yang menghantui, tentang penyerahan diri dan kepercayaan, tentang hubungan manusia dengan alam, dan masih banyak lagi. Kalau mau tahu ceritanya bisa baca sinopsisnya disini
Saya cuma mau mengutip kata-kata yang saya suka dari novel ini

Kehidupan seorang Zarah dimulai.
“...manusia telahir ke dunia dibungkus rasa percaya. Tak ada yang lebih tahu kita ketimbang plasenta. Tak ada rumah yang lebih aman daripada rahim ibu. Namun, di detik pertama kita meluncur ke luar, perjudian hidup dimulai. Taruhanmu adalah rasa percaya yang kau lego satu per satu demi sesuatu bernama cinta.”

“Setiap pertanyaan selalu berpasangan dengan jawaban. Untuk keduanya bertemu, yang dibutuhkan hanya waktu.”

Bagi Zarah, ayahnya adalah segalanya.
“Jangan pisahkan dirimu dari binatang."
"Biar apa, Ayah?"
"Biar kamu tidak sombong jadi manusia," ujarnya sambil tersenyum.”


“Banyak hal yang nggak perlu kedengeran bunyinya, tapi kelihatan dari tindakannya.”
 
Saat ayahnya menghilang, Zarah pikir dengan sekolah dia bisa mencari ilmu dan memahami jurnal ayahnya yang diberikan padanya, berharap kemudian ia bisa menemukan ayahnya. Di sekolah, Zarah berhadapan dengan berbagai konflik. Dia yang terbiasa diajar oleh ayahnya gagal menyesuaikan diri di sekolahnya. Dengan ayahnya, belajar adalah sesuatu yang mengasyikkan, sementara belajar di sekolah adalah sesuatu yang membosankan, tidak memberikan ruang baginya dan menekannya.
Kenapa berbeda menjadi begitu menakutkan? Aku berpikir dan berpikir. Dan tetap aku gagal memahami....Kali ini aku berempati pada ayah. Kesulitannya, rasa putus asanya kepada lingkungan sekitarnya, dan betapa lemahnya terisolasi sendiri tanpa ada yang memahami. 

Suatu hari ibunya dipanggil oleh sekolah karena Zarah menurut guru agamanya sudah keterlaluan. Kakeknya semakin murka dan putus asa terhadapnya.
Mengapa mereka harus meradang karena pertanyaan-pertanyaanku? Seolah-olah semua semua yang ku ucapkan adalah hinaan? Kenapa mereka tidak bisa melihatnya semata-mata sebagai pertanyaan? Mengapa kata "agama" dan "Tuhan" menyulut api dalam setiap hati orang yang kutemui? Dan sungguh aku muak dengan kata satu itu. Ateis. Bagiku, ini bukan soal percaya atau tidak percaya, melainkan tidak ada kesempatan untuk mempertanyakan.

Teman Zarah adalah kamera-nya. Dia belajar fotografi dengan teman baik ayahnya, salah satu orang yang mau mendengarkan ayahnya. Zarah seketika teringat momen bersama ayahnya.
Aku bertanya, "Bisa tahu bedanya yang mendengar dengan sepenuh hati dan enggak, gimana caranya, Yah?"
"Kalau lawan bicaramu mendengar dengan sepenuh hati, beban pikiranmu menjadi ringan. Kalau kamu malah tambah ruwet, meski yang mendengarkanmu tadi seolah serius mendengarkan, berarti dia tidak benar-benar hadir untukmu," jawab Ayah. 

Bakat fotografinya secara tidak terduga membawa Zarah ke Kalimantan, sebuah ekowisata yang merupakan hadiah yang dia dapatkan sebagai pemenang lomba. 
“...Berkesempatan melihat tanah airku dari ribuan kaki di atas permukaan laut menyadarkanku atas kebenaran kata-kata Ayah dulu. Hutan Kalimantan tidak selebat yang kubayangkan. Tampak bolong-bolong luas dimana-mana. Hutan yang tinggal jadi sejarah. Tebaran atap serta padatnya pemukiman manusia terlihat bagai sel kanker yang menyebar. Menggerogoti hijaunya hutan. Dari atas sini, aku melihat Kalimantan yang terluka.”

Perbedaan Sekonyer Kiri dan Kanan adalah bukti yang kasatmata. Gamblang. Sekonyer kanan menunjukkan air sebagaimana alam menghendakinya. Sekonyer Kiri menunjukkan air yang terus-terusan diperkosa manusia.

“Manusia berbagi 63% kesamaan gen dengan protozoa, 66% kesamaan gen dengan jagung, 75% dengan cacing. Dengan sesama kera-kera besar, perbedaan kita tidak lebih dari tiga persen. Kita berbagi 97% gen yang sama dengan orang utan. Namun, sisa tiga persen itu telah menjadikan pemusnah spesiesnya. Manusia menjadi predator nomor satu di planet ini karena segelintir saja gen berbeda.”

Pengalamannya selama berada di ekowisata membuat Zarah seketika ingin tinggal di Tanjung Puting. Berusaha mencari celah pada Ibu Inga agar mengijinkannya tinggal sebagai salah satu relawan disana.
"Kenapa kamu disini, Zarah?"
"Saya mencari rumah, Bu," jawabanku meluncur begitu saja. "Mungkin bisa saya temukan disini."
"Saya percaya, rumah itu ditemukan di dalam," katanya lembut sambil menempelkan tangannya di dada. "Kalau di dalam damai, semua tempat bisa menjadi rumah kita."

Zarah kemudian benar-benar tinggal di Tanjung Puting. Mengasuh Sarah, bayi orangutan yang ditinggal mati ibunya karena ulah manusia.
"You need to remind yourself, over and over again, they're not humans,"
"Kita pikir mereka yang akan susah melepaskan ketergantungannya kepada kita. Dari pengalaman saya, justru sebaliknya. Manusialah yang lebih sulit melepas. We're built for drama, while they will be orangutans," lanjutnya.

Mungkin karena itulah Ibu Inga berkali-kali memperingatkan kami, para pengurus orangutan, untuk memiliki jarak yang sehat dengan orangutan yang kita urus. Setelah sekian lama kita menjalin hubungan dengan mereka, tanpa sadar kita menganggap mereka serupa manusia. Dan sebagaimana manusia adalah makhluk yang selalu dikejar ekspektasi, tak ayal kita menciptakan aneka ekspektasi yang membebani hubungan kita dengan orangutan.

Zarah akhirnya pulang ke rumah, pulang untuk pamit pergi ke London. Perang dingin dengan ibunya masih berlangsung. Jurnal ayahnya yang dibakar masih membayang.
Hatiku pedih ketika sadar ucapan Ibu ternyata benar. Akulah yang belum memaafkannya. Tak ada yang lebih menyakitkan dari kepedihan yang tak bisa ditangiskan.

Sosok Paul dan Zarah yang pemberani.
"Kalau begitu, kenapa tadi kamu marah?"
"Dalam grup kecil kita tadi siang, harusnya saya yang jadi jantan superior...........Sepercaya-percayanya saya sama emansipasi perempuan, pada situasi seperti tadi, sayalah yang harusnya melindungi kamu. Nah, kembali ke pertanyaanmu. Apakah saya marah? Nggak. Saya nggak marah. Saya cuma bereaksi sebagaimana normalnya jantan yang harga dirinya terluka.

Zarah akhirnya mengambil kesempatan menjadi fotografer wildlife. Bergabung dengan The A Team yang dikoordinasi oleh Paul.
“...Nggak semua orang bisa diam di dalam batang kayu dua jam untuk memotret buaya dari jarak dekat. Kalau kamu nggak ambil foto ini, bagaimana kita bisa tahu rasanya kontak mata dengan buaya? Nggak semua orang bisa tahan berbulan-bulan di Arktik mengintili beruang kutub. Kalau nggak ada yang melakukannya, bagaimana orang di belahan dunia lain bisa tahu betapa penting dan indahnya beruang kutub. Bagi saya, fotografi wildlife adalah jembatan orang banyak untuk bisa mengenal rumahnya sendiri. Bumi ini. I see our profession as an important bridge that connects Earth and human population. We’re the ambassador of nature.”

Keadaan yang menegangkan tak luput dialamai Zarah selama bertugas. Kesadarannya seringkali terlambat terhadap bahaya yang mengancam. Pernah ia berendam di danau dengan ketakutan karena jaraknya sungguh sangat dekat dengan object, tetapi insting fotografernya tetap tidak hilang. Rasanya seperti hampir mati. Singa itu bisa memangsanya kapanpun.
Meski singkat, aku telah diberi kesempatan merasakan hidup di tengah-tengah mereka tanpa memakai sudut pandang manusia. Ukuranku yang "menciut" memampukanku melihat betapa megahnya makhluk-makhluk itu. Status kami yang berubah sejajar mengingatkanku bahwa kerajaan manusia dan hewan pada hakikatnya sama. Kami sama-sama penumpang di Bumi. Tak ada yang lebih unggul.
Kembali ke London, ke kota modern yang dirancang semaksimal mungkin untuk kenyamanan manusia, di mana kita terlindungi dari cuaca ekstrem, hidup dalam terang artifisial, didukung kenyamanan barang-barang sintetik, aku berharap aku tidak lupa. Aku berharap hangatnya air bersih dan melimpahnya busa wangi di bathtub ini tidak membuatku amnesia. 
Kita cuma penumpang

London. Kota yang mempertemukan Zarah dengan sahabat lamanya. Koso. Teman sebangku saat di sekolah dulu. Satu-satunya teman. Orang yang membuat Zarah, pemilik otak cerdas yang rela tinggal kelas demi membantunya yang kesulitan belajar akibat disleksia yang dideritanya -dan demi agar dirinya tidak sendirian, naik kelas dan tidak punya teman sebangku adalah mimpi buruk. London. Kota yang mempertemukannya dengan Storm, fotografer bidang fashion ternama yang mampu membiusnya dengan karisma dan perlakuannya terhadapnya. Membuatnya tidak mampu melihat cinta terpendam seorang Paul -yang selalu ada untuknya.
Dan cukup dua menit untuk menyadari aku jatuh cinta. Bukan. Bukan lagi jatuh. Aku terjun bebas. Tanpa tali pengaman. Tanpa lagi peduli apa yang menyambutku di dasar sana-kalau memang ada dasarnya.
Cintaku kepada Storm menembus batasan waktu. Menembus batasan akal. Karena itulah, aku buta. Tak kulihat apa yang seharusnya sudah lama terlihat.
Storm adalah semacam Brutus dalam sejarah Romawi, orang yang didesain untuk menancapkan belati ke punggung, menembus jantung, dan terkaparlah aku akibat pengkhianatannya. Koso ibarat Iago dalam pentas Othello, orang terdekat yang dirancang untuk mengingkariku secara keji dan sistematis. Mereka adalah virus yang disusupkan ke dalam sistem. Dorman, tak berdosa, membuai kita hingga waktunya tiba untuk mereka bangun dan menyerang tanpa ampun.
Kembali, dua orang terpenting dalam hidupku, terbukti mampu melambungkanku tinggi sekaligus menghancurkanku sekali jadi. Lagi-lagi, aku kalah berjudi.

Pencarian Zarah perihal ayahnya akhirnya membuahkan hasil dengan bantuan Paul. Ia bertemu dengan seseorang yang dulu memberinya kamera spesial pada hari ulang tahunnya. Salah satu clue tentang ayahnya yang menghilang. Meskipun pada akhirnya dia belum menemukan ayahnya, banyak yang ia temukan dari pertemuannya dengan Simon Hardiman.
“Itulah satu hal yang tidak bisa kamu palsukan: intention," jelas Dave. "Mau manusia atau ET, saya rasa itu hukum universal. Intention speaks louder than any code.” (saat melihat fenomena crop circle)

"Menjadi kuat bukan berarti kamu tahu segalanya. Bukan berarti kamu tidak bisa hancur. Kekuatanmu ada pada kemampuanmu bangkit lagi setelah berkali-kali jatuh. Jangan pikirkan kamu akan sampai dimana dan kapan. Tidak ada yang tahu. Your strength is simply your will to go on.

Kita tidak bisa memakai keterbatasan logika untuk memahami kompleksnya dimensi lain. Kalau logikamu tidak sanggup mengikuti, tapi intuisimu merasakan sesuatu, bukan berarti kita pasti salah kan? Buat saya, segalanya mungkin.

"Hilang tanpa bekas," Pak Simon tertawa. "Tapi, bukan berarti dia nggak bisa balik lagi kan? Bedanya, sekarang saya nggak takut lagi. Persepsi saya jadi berubah..................., membuka mata saya bahwa penyakit bukan sekedar gangguan. Tapi kode. Kode dari tubuh bahwa ada hal dalam hidup kita yang harus dibereskan."

Sekian.
Terimakasih kepada Ita Sholihatin -pembaca setia Dee- yang telah berkenan meminjamkan novelnya. Saya tunggu koleksi selanjutnya, Inteligensi Embun Pagi wkwkwk *nggak modal*.

Friday 20 February 2015

Sindiran Buat Diri Sendiri

apakah itu ?
jawabannya adalah......POTK
Habis tes potk. Nggak lolos. Pening. Butuh refreshing. Mau ngoceh. Haha
Nggak habis pikir sama POTK yang CUMA 2 SKS tapi rasanya nggak cuma 2 sks. Baru minggu KRS-an udah sibuk pegang soal aja. Berasa mau ujian. Mendadak manusia-manusia tekkim lebih rajin dari biasanya -kecuali yang udah POTK-. Kenapa kalau ujian nggak bisa serajin ini? Padahal mereka semua kan kalau dijumlah lebih dari 2 sks?
POTK selain menyebalkan, membuat saya menyadari beberapa hal.

Yang pertama, jangan gampang percaya mitos ya!
- Santai aja, Bu ** mah yang keluar yang gampang kok *percaya gara-gara pas percepatan yang lolos puluhan sendiri*
- Bu ** mah yang keluar cuma nomor awal-awal aja *meskipun ada beberapa versi, ada yang bilang 20 soal awal, 30, mentok ya 40
- Soal barunya Bu ** gampang, cuma dibolak-balik *kalau yang ini bukan mitos*
Masuk ruang RKU dengan percaya diri berbekal 40 soal pertama -berharap bisa lolos-. Setahu saya soal barunya nomor 1. Ternyata itu soal lama, tapii nomor 61. Pantesan.
Yang lolos satu dan dua dewa banget lah kalian. Salut.
Yang kedua, belajar untuk tahan terhadap tekanan !!
Gimana nggak tekanan kalau ngerjain 4 soal disuruh BENAR SEMUA?
Apa sih esensinya disuruh benar semua? Penasaran. Wahai dosen-dosen pembuat soal POTK, tolong jelaskan.
Emangnya praktikum POTK se-bahaya apa gitu efeknya kalau kita salah dikit sampai tesnya harus perfect?
Oke, mungkin esensinya disuruh bener-bener paham sama mata kuliah yang ada hubungannya sama POTK biar pas praktikum paham apa yang di-praktikum-in. BIAR BELAJAR juga kali ya. Tapi, buat orang-orang yang susah buat sempurna, bukannya tambah paham tapi tambah stres.
Sebenernya nggak bikin paham juga sih, orang kebanyakan pada short cut ngapalin SP.
Yang ketiga, saya menyadari efek buruk sistem belajar SKS!
Sebenarnya soal-soal POTK itu kan cuma gabungan dari mata kuliah TBS,AIK,OPB,OPMP, sama apa ya yang satu ?
Intinya, saya udah belajar semua itu.
Tapi, kenapa waktu ngerjain tetep SANGAT TERGANTUNG PADA SP?
Pertama, saya bahkan waktu melihat soal OPB di soal POTK bertanya-tanya "emang pernah ya diajarin ini?"
Mungkin saya sedang tidak memperhatikan atau memang tidak diajarkan. Kalau seingat saya sih tidak diajarkan, tapi pernah disinggung. Sesuatu yang bisa dipelajari sendiri ya pelajari sendiri, di buku ada ya baca sendiri, di kelas itu cuma ngasih tahu yang kira-kira nggak bisa dipelajari sendiri,  atau mungkin yang nggak ngerti bisa ditanyain atau didiskusiin di kelas. *kata-kata dari salah satu dosen favorit saya, sepertinya beliau sangat gemas sama anak tekkim yang keliatannya masih plonga-plongo kalau ditanya sesuatu.
Kedua, yang dulu saya bisa sekarang saya lupa. Ya kalau belajarnya aja cuma semalem, yang dipelajari ya cuma bertahan semalem. Kasarannya sih gitu. Rumus cuma dihafal nggak dipahami, ya mana sekarang ingat. Seolah-olah tetep aja belajarnya kayak dari nol (lagi). Jadi, 5 semester kuliah dapet apa? Kadang sok-sokan bilang jangan terlalu fokus sama hard skill, tapi kalaupun soft skill bagus tapi nggak ngerti apa-apa tentang ilmunya sendiri ya apa bagusnya. 

Yang menjadi masalah lagi adalah saya masih tidak bisa menyesuaikan diri dengan macam-macam dosen. Saya senang dengan dosen yang mengajarkan benar-benar dari konsep dasar *yang keliatannya sepele tapi penting*, dosen yang membuat kita sadar bahwa kita masih belum tahu apa-apa dan perlu banyak belajar, yang kalau di kelas neranginnya jelas dan -materi yang akan diajarkan itu tentang apa- jelas, yang cara mengajarnya tidak membosankan dan tidak bikin ngantuk. Sesuatu yang ideal ya memang hanya segelintir. Sampai kapan saya tidak bisa menyesuaikan dengan kondisi tidak ideal ini?

Entahlah. Yang jelas, saya bersyukur mendapat nilai OPMP buruk. Saya dari dulu penasaran sama bapak yang satu itu. Sekarang akhirnya kesampaian diajar beliau. Bahkan saya baru tahu sekarang bedanya OPB sama OPMP. Dulu saya bingung bedanya apa, yang dipelajari cuma beda tipis, kayak belajar dua kali di kelas yang beda. Rasanya sih gitu. Atau saya yang dulu kebanyakan tidur jadi kurang tahu sebenarnya dulu belajar apa?

Sempat kepikiran, kalau KP saya ngapain ya? Emang saya punya apa yang bisa diapain sih?
Bahkan cuma nyusun neraca massa yang dari dulu sebenarnya udah diajarkan berkali-kali di mata kuliah mana saja tetap saja masih agak bingung. Ya jelas bingung. Nggak paham fenomena tapi udah gaya banget mau nyusun model matematisnya. Selama ini kan cuma ngapalin SP. Kalau kayak gini biasanya neraca massanya gini (tapi sebenernya nggak tau kenapa kok bisa gini).

SP membuat pikiran saya tumpul. Bahkan praktikum saja ngerjain laporannya pake master. Kapan benar-benar BELAJAR dalam arti yang sesungguhnya?
Salah siapa? Yang buat SP? Yang minjemin laporan?
Salah sendiri tidak bisa memanfaatkan sumber daya yang ada dengan TEPAT. Tujuan sebenarnya cuma MEMBANTU. Bukan menjadi CANDU.

Buat yang masih berjuang untuk POTK, jangan lupa belajar POTK ya, tapi jangan lupa juga untuk tidak MENDEWAKAN POTK. Semangaaat.

Satu lagi. Tentang Insinyur Proses. Masih belum kebayang.

Ngomong-ngomong tentang Insinyur Proses jadi inget ini.
Tingkatan berpikir dari yang level rendah sampai level tinggi adalah sebagai berikut:
1. Knowledge
mengetahui dan mengingat
2. Comprehension
sudah sampai tingkat memahami
3. Application
bisa mengaplikasikan
4. Analisis
menguraikan sesuatu atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian, intinya harus ada pemahaman yang mendalam
5. Sintesis
kebalikannya analisis, bisa menyatukan berbagai bagian untuk sebuah bagian yang lebih besar, kalau anak tekkim ya bisa mendesign
6. Evaluation
mengevaluasi dan mengkritisi
Nah, engineer itu harusnya udah sampai poin 6, paling nggak ya 5 lah kalau masih baru
Idealnya anak tekkim itu jadi insinyur proses, nah kalau lulus udah harus sampai poin 5-6 (meskipun nggak semua aspek yang dipelajari yang harus segitu), maka kalau udah mau lulus gini -udah tinggal berapa semester lagi- kira-kira harus udah sampai mana hayo?
Kalau masih aja lupa apa yang sudah dipelajari (terutama yang chemeng toolsnya), berarti kan masih tahap 1. Hmmm

Wis yo, aku meh maem sik.

Bye.

Tuesday 10 February 2015

Film Paling Kece versi Saya

Judul yang benar dari postingan ini cukup panjang sebenarnya, yaitu “Film yang ditonton Saat Liburan Semester 5 yang Paling Kece versi Saya”, hehee. Biasanya sebelum liburan dimulai, saya menyiapkan amunisi film atau buku bacaan yang banyak untuk jaga-jaga kalau liburan bosan tidak ada kerjaan. Saking banyaknya, terkadang beberapa film hanya membuat penuh isi laptop tanpa ditonton. Makanya jangan heran kalau film dibawah ini tidak semuanya baru, beberapa adalah sisa sisa amunisi liburan semester lalu.
Film yang menurut seseorang sangat bagus bisa menjadi sangat buruk bagi orang yang lainnya. Tergantung selera masing-masing. Kalau saya sendiri sih suka menonton film apa saja, kecuali film horor (kecuali kalau nontonnya bareng-bareng), film yang terlalu banyak darah (mau nonton bareng juga ogah), film yang drama buanget, dan film dengan ending yang menggantung serta tidak masuk akal (contohnya Gone Girl, katanya sulit ditebak, padahal menurut saya tidak, dan endingnya itu lho sangat disayangkan -_-).
Berikut film paling kece tersebut:
1. Big Hero 6 (2015)
Film yang lucu dan menghibur. Jadi, meskipun ceritanya biasa saja tetep nggak ngebosenin. Ceritanya tentang si jenius Hiro yang berhasil membuat robot super canggih demi agar bisa di terima di universitas hebat tempat kakaknya kuliah, tetapi robot tersebut disalahgunakan oleh oknum lain sehingga berbahaya. Hiro dibantu dengan Baymax (robot yang berperan sebagai asisten kesehatan pribadi peninggalan dari kakaknya) dan superhero lainnya (teman-teman kakaknya) berusaha menumpas kejahatan tersebut.


Baymaxnya nggemesin bangeeet

2. Interstellar (2014)
Film ini mengisahkan tentang usaha manusia mencari planet yang mungkin dijadikan tempat tinggal baru bagi manusia, konflik yang menonjol adalah antara sang ayah yang mendapat misi ke luar angkasa dan anaknya yang tidak rela ayahnya pergi. Haruskah meninggalkan keluarga demi menyelamatkan ratusan penduduk bumi ?Ceritanya bagus pokoknya. Latar tentang luar angkasa juga tidak terkesan "ngawur'' dan "wagu".
Film ini juga menambah pengetahuan kita tentang fenomena-fenomena yang berkaitan dengan ilmu fisika *dan saya masih tidak bisa memahami sepenuhnya tentang 4D dan 5D, tolong.

Pohon jagung yang terpaksa dibakar karena hama menular sangat cepat (http://jejakcandra.blogspot.com/2014/11/pertanyaan-dan-jawaban-seputar-film.html)

Pasang yang sangat amat tinggi sampai-sampai dari jauh seperti pegunungan.

3. PK (2014)
Film india yang bagus selain 3 idiot. Film ini menceritakan tentang seorang makhluk planet lain yang berkunjung ke bumi tetapi dikemas dengan sudut pandang yang lain, tidak seperti film kebanyakan. Ceritanya lebih ke bagaimana dia menyesuaikan dengan para manusia dan kehidupan di bumi dan temanya lebih ke kritik sosial, yaitu agama. Si PK penasaran kenapa Tuhan manusia yang satu dengan yang lain berbeda-beda, siapa Tuhan yang benar ?Filmnya lucu karena tingkah aneh dari si PK ini.

4. The Theory of Everything (2014)
Cerita biografi Stephen Hawking “Traveling to Infinity: My Life with Stephen", salah satu fisikawan terkemuka di dunia. 
Kisahnya diceritakan dari saat Stephen mengejar impiannya, jatuh cinta dengan Jane, sampai saat mengalami penyakit syaraf -dan Jane masih mendukungnya, sampai akhirnya mereka menikah, kemudian punya anak, kehidupan yang rumit dengan semakin parahnya kondisi Stephen. Tidak diragukan lagi mengenai cinta Jane terhadap Stephen, akan tetapi karena kondisi tersebut, ditambah dengan hadirnya orang ketiga, terkadang keputusan yang berat memang harus dijalani karena mungkin itulah yang terbaik.

5. John Wick (2014)

Ceritanya tentang seorang pebunuh bayaran kelas kakap yang ingin bertaubat. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa masa lalu adalah bagian yang mempengaruhi masa depan. Ketika seorang pemuda mencuri mobilnya dengan sangat tidak hormat, naluri John Wick untuk membunuh kembali memanggilnya. Pertempuran yang menegangkan, karena ternyata seorang pemuda tersebut adalah putra dari seorang pembunuh bayaran. Ayah dari pemuda tersebut paham benar tentang siapa John Wick, ia kemudian mengajak seorang pembunuh bayaran yang menurutnya setara dengan John Wick untuk bekerja sama menghabisinya.

6. The Hobbit The Battle of The Five Armies (2014)
Yang mengikuti The Hobbit pasti udah nonton lah ya. Cerita tentang tikus cerdas yang tidak sengaja mengalami petualangan yang seru bersama Thorin. Ini adalah seri terakhir The Hobbit yang memuaskan.

7. And So It Goes (2014)
Ceritanya tentang Leah yang bertetangga dengan Oren -orang yang sangat menyebalkan dan tidak berperasaan. Suatu hari, Oren yang tidak memiliki pengetahuan tentang menjaga anak membuatnya kebingungan karena anaknya memintanya untuk menjaga cucunya sementara sang anak sedang di penjara. Leah-lah yang akhirnya kena getahnya untuk membantu Oren merawat cucunya, naluri keibuannya tidak tega membiarkan cucu Oren hidup bersama seseorang seperti Oren. Dari situlah kisah Oren-Leah berawal. Cerita yang bagus. Terkadang juga lucu.

8. Cold Eyes (2013)
Film Korea. Cerita tentang detektif. Seru. Menegangkan. Meskipun endingnya ada yang sedikit kurang greget.

9. Rush (2013)
Ceritanya tentang balap mobil. Berdasarkan kisah nyata dua legenda juara dunia, James Hunt dan Niki Lauda. Yang bikin seru, kedua pembalap tersebut memiliki karakter yang sangat berbeda. Yang satunya santai, menganggap hidup untuk bersenang-senang, membalap adalah olahraga yang menyenangkan, kurang dewasa dan tidak bisa berkomitmen dalam hubungan. Sedangkan yang satunya lagi serius, menganggap balap adalah olahraga sekaligus profesi, sangat perhitungan, disiplin, ambisius.
Keren banget lah. Kadang bikin deg-degan. Kadang bingung mau njagoin yang mana.

10. Jagten aka The Hunt (2012)
Ide ceritanya unik. Menceritakan tentang Lucas yang suka bermain dengan anak-anak, difitnah melakukan hal tidak senonoh pada Klara, anak sahabatnya sendiri. Bermula dari perkataan Klara yang dianggap serius dan kemudian dianggap masalah besar oleh Kepala Sekolah. Kesalahpahaman yang membuat Lucas menderita dan dikucilkan. Termasuk oleh sahabatnya sendiri. Masalah sepele sebenarnya. Tapi, siapa juga yang tidak khawatir jika itu melibatkan anaknya? Dan siapa sih yang tidak percaya dengan anak kecil?
Emosinya sampai banget ke penonton. Bikin kesel sendiri kadang haha. Kasian banget si Lucas. Yang bikin penasaran, siapa sih yang bunuh anjingnya Lucas? Udah sedih masih tega banget bikin tambah sedih.

11. Paradise Kiss (2011)
Film Jepang. Kalau yang pengen tontonan ringan, nonton ini aja :)
Menceritakan tentang pencarian jati diri tokoh utama, sebenarnya apa yang diinginkannya?

Yukari, siswi SMA yang dari kecil studi oriented karena tekanan ibunya, hingga suatu ketika ia bertemu dengan Arashi, pria tak dikenal yang memintanya menjadi modelnya di acara Fashion Show Graduation. Dari situlah cerita bermula.

12. Source Kode (2011)
Film yang dibintangi Jake Gylenhall memang biasanya bagus. Film ini tentang "merubah masa lalu dan menyelamatkan masa depan" dengan menggunakan pikiran dari orang yang telah meninggal. Ya kurang lebih seperti itu. Keren.

13. Rabbit Hole (2010)
Menceritakan tentang sepasang suami istri yang mengalami kesedihan yang panjang karena kehilangan anaknya. Kesedihan yang membuat keduanya tidak menyadari bahwa keduanya masih mempunyai hal yang harus disyukuri, yaitu mereka sendiri. Sejak itu, mereka seperti hidup masing-masing dan rumah selalu dipenuhi ketegangan. Keduanya memiliki cara tersendiri untuk menghilangkan kesedihan mereka. Sang suami memilih untuk bergabung dengan perkumpulan orang-orang yang senasib untuk mencoba saling menguatkan -hingga akhirnya membuatnya hampir terlibat perselingkuhan, sedangkan sang istri memilih untuk menguntit orang yang dulu menabrak anaknya yang akhirnya membuatnya memilh untuk tidak membencinya.
Pada akhirnya, keduanya menyadari bahwa cara untuk keluar dari kesedihan itu adalah menghadapinya bersama-sama.

14. Click (2006)
Film yang konyol tapi sarat makna. Menceritakan seorang laki-laki yang memiliki kemampuan mengatur kehidupan layaknya sebuah film DVD berkat sebuah remote kontrol ajaib. Intinya, remote tersebut bisa digunakan untuk mengontrol hidupnya. Jika istrinya sedang mengomel, bisa dikecilkan volumenya sehingga tidak terdengar apa-apa. Jika anaknya nakal bisa di-pause. Jika ingin melewati salah satu bagian hidupnya, tinggal di-forward dll. Benarkah kehidupan seperti yang diinginkannya yang akan membahagiakannya?

15. Memento (2000)
Menceritakan tentang seseorang yang terganggu ingatannya, yaitu kehilangan memori jangka pendeknya. Ketika sedang melakukan sesuatu, beberapa menit kemudian dia tidak ingat apa yang sedang dilakukannya. Hal ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk memanfaatkan kekurangannya tersebut. Seandainya alurnya maju, film ini mungkin cukup datar. Akan tetapi karena dibuat alur campuran, film ini membuat penasaran, menegangkan, dan juga agak membingungkan. Jika selesai nonton masih bingung, bisa baca ini
  Sekian.

Tuesday 3 February 2015

"Idealisme" Dulu dan Sekarang

Masih ingat ketika semester awal dulu.
Setiap kali habis ujian saya selalu mencari tahu perihal jawaban saya benar atau tidak kemudian membuat prediksi nilai. Satu demi satu nilai keluar. Semua sesuai prediksi kecuali satu mata kuliah. Saya benar-benar tidak bisa mengerjakannya dengan baik, tapi adalah nilai A yang muncul. Kemudian esok paginya saya menemui dosen pengampu mata kuliah tersebut perihal nilai saya yang ajaib. Ternyata keheranan saya masuk akal karena nilai yang benar adalah B.
Mungkin jika hal itu terjadi sekarang, entah saya akan protes atau tidak. Mungkin saya lebih suka menganggap itu adalah keberuntungan mengingat penurunan nilai adalah ‘sesuatu’ untuk ipk yang semakin memprihatinkan ini –disamping mata kuliah sekarang memang semakin susah dan semakin sulit diprediksi nilainya
Simpel saja. Jika lebih baik dari yang diprediksi, anggap saja beruntung. Jika lebih jelek dari yang diprediksi, anggap saja ‘apes’. Selesai.
Jika nilai lebih jelek dari yang diprediksi maka malas beribet-ribet memperjuangkan apa yang belum tentu seperti yang dipikirkan.
Jika nilai lebih bagus dari yang diprediksi,  tidak ada lagi kekhawatiran “bagaimana jika nilai saya lebih baik daripada kapabilitas saya sebenarnya?”
Entah karena memang ingin lebih simpel atau idealisme yang semakin luntur.
Dulu saat saya SD, sewaktu ulangan sering menutupi jawaban rapat-rapat demi agar tidak dilirik teman sebelahnya –padahal teman sebelahnya juga melakukan hal yang sama, tidak berniat melirik.
Akan tetapi, saat UN adalah guru yang mengajari saya dan teman-teman lain untuk “saling membantu” agar semuanya lulus. Bagaimana bisa seorang guru mengajari menyontek kepada murid-muridnya yang tentu saja masih polos dan kemungkinan besar akan menurut? Kenapa tidak memberikan jam extra saja kepada –yang mereka anggap tidak lulus jika tidak dibantu? Tidak ingin repot?
Dulu, pelajaran SD/SMP/SMA tidak se-rumit pelajaran SD/SMP/SMA jaman sekarang. Kemajuan memang. Akan tetapi, dengan semakin sulit materi yang diajarkan, saya khawatir akan lebih banyak yang memilih mencari jalan pintas. 
SMA saya dulu SMA yang biasa saja dari segi akademik, menyontek adalah hal biasa. Meskipun tetap saja ditegur jika ketahuan. Saat UN teman-teman saya banyak yang menyontek. Bahkan saya yakin –pengawas juga melihatnya. Mengapa mereka membiarkannya? Mungkin ‘pura-pura tidak tahu’ lebih simpel daripada harus mempertahankan idealisme sebagai seorang guru yang melarang keras menyontek dan harus repot-repot kena getahnya karena mencoreng nama sebuah SMA.
Dulu, awal-awal saya kuliah –saya tahu UGM bukan universitas sembarangan, saya bangga karena tidak lagi melihat kecurangan saat ujian dan atau semacamnya. Akan tetapi, semakin semester lanjut ternyata tidak lagi seperti dulu. Lagi-lagi, idealisme semakin luntur.
Ada yang bilang, pendidikan di Indonesia memang lebih ke orientasi pada nilai, bukan moral dan atau karakter. Saya setuju. Padahal, betapa ketidakjujuran itu efeknya sangat luas terhadap perkembangan bangsa ini.