Saturday 28 July 2018

Perempuan

Udah lama nggak nulis. Udah lupa gimana cara mengawali cerita, wkwkwk. Intinya, lagi sedih aja akhir-akhir ini. Sedih mendengar cerita sedih. Ya gitu, perempuan. Kebanyakan perempuan adalah tipe Feeling, bukan Thinking. Dalam mengambil keputusan, terkadang lebih banyak dipengaruhi perasaannya. Bukan sesuatu yang salah sebenernya. Tapi kalau untuk urusan menikah, alangkah baiknya ketika memutuskan dengan membawa serta logika. Menikah itu untuk seumur hidup. Bahkan kalau di dalam Islam, menikah itu menyempurnakan separuh agama. Menikah adalah ibadah seumur hidup. Jadi, mudahkanlah ibadahmu (read:menikah) dengan memilih pasangan yang baik agama dan akhlaknya.

Banyak yang bilang kalau untuk urusan nikah, cinta itu nomor sekian. Setuju. Menikah itu komitmen seumur hidup. Nggak cukup modal cinta aja. Kalau cuma modal cinta, cinta bisa hilang. Namun, cinta juga bisa ditumbuhkan, kalau berusaha menjaga komitmen.

Jadi, dalam mengambil keputusan terkait pernikahan, utamakan logika.
Kalau dalam Islam, memilih pasangan itu dilihat dari agama dan akhlaknya. Bukan hanya salah satunya. Bukan berarti mencari yang sempurna agama dan akhlaknya. Karena manusia tempatnya salah dan khilaf. Setiap manusia memiliki kekurangan. Cukup yang baik, bukan sempurna. Baik dan tentunya mau sama-sama belajar dan berusaha untuk terus memperbaiki diri.

Namun pada kenyataannya, kalau sudah terlanjur jatuh cinta, logika akan cenderung kalah dengan perasaan. Terutama perempuan. Terkadang sudah tau agamanya tidak baik, akhlaknya kurang baik, tapi tetap saja maunya nikah sama orang tersebut. Terkadang sambil berandai-andai. Nanti agama dan akhlak bisa diperbaiki sambil jalan. Padahal dalam kenyataannya, ketidakbaikan itu lebih mudah menular masalahnya wkwk. Membiasakan kebiasaan baik itu perlu sekitar 40hari. Tapi, membiasakan kebiasaan buruk, seminggu aja kayaknya cukup. 

Perempuan itu cenderung mengikuti imamnya. Sudah fitrahnya dibimbing. Maka pilihlah imam yang baik. Mengubah seseorang itu sulit, apalagi kalau memang dalam diri orang tersebut tidak ada niat untuk berubah. Apalagi kalau mindsetnya sudah semacam: "Ya emang aku orangnya kasar." Kalau orangnya saja merasa kalau kasar itu bukan sesuatu yang salah yha gimana mau berubah. Semisal lagi, tidak pernah sholat. Sudah menjadi kebiasaan bertahun-tahun. Yakin bisa tiba-tiba berubah kalau kita yang menasihati? Gimana kalau kebiasaan tidak sholatnya itu kambuh lagi suatu saat nanti? Kalau bukan Allah yang kasih hidayah, kita bisa apa? 
Intinya, setan rumah tangga itu banyak wujudnya, kalau pondasi agama dan akhlak kurang baik, mewujudkan keharmonisan menjadi sulit. 
Menikah itu banyak cobaannya. Banyak repotnya. Masa iya masih harus ditambah repot mbenerin pondasi agama dan akhlak? Apalagi kita perempuan. Bakti utamanya beralih dari ibu ke suami ketika menikah. Coba bayangin, harus taat sama orang yang akhlaknya aja nggak bener. Yakin mampu?

Ada lagi cerita. Si perempuan tidak mau menikah dengan orang yang merokok. Sewaktu sebelum menikah, si lelaki janji ngga bakal merokok demi perempuan tersebut. Sudah berjalan sekian bulan dan bisa bertahan tidak merokok. Kekuatan cinta kali ya. Namun, ketika sudah menikah, kambuh lagi kebiasaan merokoknya. Ya karena perubahan karena bukan terdorong dari diri sendiri kemungkinan hanyalah sementara. Terus kalau udah nikah perempuan bisa apa? Mau bilang nggak mau punya suami yang merokok? Terus cerai gitu? Yakali. Jadi, jangan mudah percaya janji. Apalagi janji yang diucapkan saat orang sedang jatuh cinta. Kalau kata hadist, "Jangan mengambil keputusan ketika sedang marah, jangan membuat janji ketika sedang senang" - Ali bin Abi Thalib."

Intinya, jangan lupa utamakan logika. Iya, memang susah kalau sudah terlanjur jatuh cinta. Setidaknya kalau lagi kasmaran, pakailah juga logika teman, karena logika sendiri kadang nggak jalan. Coba bayangin kita menikah dengan orang yang kita cintai, tapi tidak baik akhlaknya. Semisal, kasar, pelit, keras kepala, dll. Mungkin awal menikah kita masih bahagia-bahagia aja. Tapi ketika beberapa tahun berlalu, yakin nggak capek makan ati? Mungkin cintanya udah kalah sama rasa capek. Numpuk sama capek nyuci, capek nyetrika, capek beresin mainan anak, dan printilan capek khas ibu-ibu lainnya. Sementara, jika kita menikah dengan orang yang belum kita cintai tapi baik akhlaknya, mungkin di awal pernikahan tidak sebahagia ketika kita menikah dengan orang yang kita cintai. Tapi beberapa tahun kemudian, mungkin kita sudah bisa jatuh cinta karena perlakuannya yang baik terhadap kita. Apalagi, perempuan itu cenderung gampang leleh, eh luluh. Teorinya sih, wkwkwk. Aku sendiri kan masih anak bawang yang baru mencoba menerawang pernikahan. Urusan menikah, kalau niatnya tidak kuat, meskipun sama-sama cinta, belum tentu sampai pada pernikahan.
Tapi balik lagi, perempuan yang cenderung pakai perasaan, kadang susah kalau sudah terlanjur jatuh cinta. Terlanjur nyaman. Terlanjur menutup hati. Makanya jangan asal naruh perasaan. Belajarlah untuk mencintai dan berkomitmen pada seseorang yang sudah pasti masuk kriteria masa depan.

Eh tambahan satu lagi, pilihlah seseorang yang nggak cuma bisa menerima kita, tapi juga menerima keluarga kita apa adanya. Pilihlah seseorang yang tidak membuat kita sulit untuk membahagiakan orang tua. 

Terakhir, yang paling penting sih berdoa. Hanya Allah yang paling tahu jodoh terbaik untuk kita. 

Sekian. Maaf kalau kesannya ceramah. Buat pengingat juga untuk diri sendiri kalau besok-besok khilaf. Wkwkwk