Sunday 9 February 2014

Edensor: Cermin Keberanian


image source: goodreads.com
Judul Novel     : Edensor
Pengarang       : Andrea Hirata
Penerbit           : Klub Sastra Bentang
Tahun terbit     : 2007
Tebal buku       : 306 hlm.

Andrea Hirata, sebelumnya tak dikenal, tak pernah menulis sepotong cerpen pun ataupun novel, tapi seorang penulis pemula tersebut langsung menerbitkan tetralogi yang semuanya adalah best seller. Ajaib. Keempat novelnya tersebut adalah Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov.  Keempat novelnya diangkat dari kisahnya sendiri.
Dulu, saat masih SMP, kalau nggak salah kelas 1 saya memang terbilang masih cupu, bacaannya masih sekitar teenlit. Membaca Laskar Pelangi hanya sampai seperempat bagian saja. Sang pemimpi hanya saya habiskan setengah. Bahasanya terlalu tinggi untuk ukuran orang cupu haha. Lebih enak nonton filmnya.
Baru-baru ini, Edensor berhasil saya tamatkan. Awal-awalnya memang sedikit membosankan, nggak ada greget buat langsung membacanya sampai habis. Akan tetapi, semakin lama semakin bagus. Saya memberi nilai 4,7 dari 5. Minus 0,3-nya yaitu 0,2 karena endingnya kurang memuaskan, masih nggantung -mungkin harus baca buku keempatnya-, dan 0,1 karena tokoh idola Ikal adalah Roma Irama *oke ini sangat subjectif.
Novel ini adalah cermin keberanian. Keberanian untuk bermimpi. Menceritakan tentang Arai dan Ikal yang mendapat beasiswa kuliah ke Eropa. Mereka bermimpi mengelilingi Eropa dan Afrika. Kelihatannya memang mustahil. Liburan musim panas, mereka bekerja sambilan demi mewujudkan mimpinya, tapi uang yang didapat tak seberapa. Akhirnya, teman mereka yang dikenalnya, orang yang diperintahkan menjemput mereka saat mereka tiba pertama kali di Belanda tiba-tiba menawarkan bantuan. Idenya canggih, mereka diberi kostum putri duyung lengkap dengan tetek bengeknya, hasil karya mahasiswa Amsterdam School of the Arts. Arai dan Ikal menjelma menjadi patung yang cantik, profesi baru mereka sebagai seniman jalanan.
Saat Arai dan Ikal menanyakan kenapa seorang model haute couture bernama Famke yang bisa saja mengabaikan orang udik seperti mereka mau begitu baik menolong mereka, jawaban Famke adalah ”Karena kalian berani bermimpi. Mimpi-mimpi kalian menginspirasiku.”
Sesuatu yang diyakini Arai terbukti .“Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu.”
Mengelilingi Eropa bukan hal yang mudah. Ada saatnya seniman jalanan seperti mereka tidak laku, apalagi ketika tiba di negara miskin. Boro-boro ngasih uang buat mereka, mikir hidup aja susah. Ada saat mereka dianggap mengganggu kemudian ditangkap polisi. Ada saat ketika perampok tertarik memiliki kostum mereka. Mereka bisa tiba-tiba kaya, dan sedetik kemudian kembali miskin. Bahkan pernah sampai tidak punya apa-apa, makan pun hanya dedaunan. Mereka tidak begitu saja menyerah, bunuh diri, atau mati kelaparan. Kalau kasarnya sih mereka ini hampir mati tapi nggak mati-mati. Semua karena kekuatan mimpi. Juga kekuatan cinta. Cinta Ikal untuk A Ling, cinta pertamanya. Perempuan yang bermimpi mengunjungi Edensor, sebuah negeri yang sangat cantik. Ikal berusaha menemukan A Ling saat perjalanan ke Eropa. Dalam perjalanan, keajaiban selalu menemani mereka karena mereka percaya, Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi mereka. Sungguh banyak sekali pelajaran hidup yang mereka dapat dengan berkelana menjadi backpacker mengelilingi Eropa.
Dalam mendeskripsikan tempat-tempat yang mereka datangi seperti Eiffel, Paris, Sorbonne, Rusia,Groningen, Belomorsk, Laut Kaspia, Swiss, Italia, Milan, dsb Andrea Hirata tak diragukan lagi. Memuaskan. Meskipun di bagian Afrika kurang hidup (atau mungkin karena saya sudah lelah membayangkan, tempatnya begitu banyak).
Sentilan-sentilan ngawur-nya yang mungkin benar adanya juga menambah nilai plus novel ini, seperti:
“Kawan, itulah contoh efisiensi Skandinavia. Tak heran bangsa Viking berulang kali menindas bangsa-bangsa lain di Eropa. Sementara kami menciut di belakang Erika. Tak heran bangsa kita tertindas selama tiga ratus lima puluh tahun.” (hal. 73)
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya, dan bangsa yang besar menurunkan sifatnya kepada warganya. ..........Awal bulan nanti ia akan kaya lagi dan kami akan berutang padanya.Gali lubang tutup lubang, mirip tabiat ibu pertiwi masing-masing.” (hal. 107)
“Ayo kisahkan kepadaku tentang orang-orang pintar di negerimu. Apa saja terobosan ilmiah mereka ?
“Banyak, Tuan Smith. Di negeriku banyak sekali orang pintar, pintar mencuri uang negara.” (hal. 133)
Novel ini juga menunjukkan bahwa penulisnya adalah seseorang yang mempunyai wawasan luas. Menyinggung science, sejarah, ekonomi dengan bahasa yang cerdas dan berkelas. Kalau kata Nicola Horner, “Andrea adalah seniman kata-kata. Ironi diolahnya menjadi jenaka, cinta pertama yang absurd menjadi demikian memesona, tragedi diparodikan, ia menyastrakan fisika, kimia, biologi, dan astronomi.”
Novel ini sangat menginspirasi, Andrea menularkan keberaniannya untuk bermimpi kepada pembaca. Gara-gara baca ini novel, saya jadi terinspirasi untuk menjadi backpacker, keliling Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Tentu saja bukan hanya untuk singgah di tempat-tempat wisatanya kemudian berfoto dan diupload di socmed. Sepertinya sangat menantang dan menyenangkan.
 Novel ini juga menyadarkan pembaca bahwa tak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Setiap hal yang terjadi adalah potongan-potongan hidup yang memiliki arti, saling berkaitan satu sama lain. Kehidupan Ikal pun begitu. Masa kecilnya bukan tak ada hubungannya dengan kehidupannya saat di Eropa. Seperti saat kejadian Ikal dan Arai sampai di salah satu negara di Eropa dan mereka tidak punya apa-apa, bahkan kompas pun dirampas, tidak tahu harus kemana melangkah meneruskan perjalanan, Ikal teringat saat dia kecil Weh pernah mengajarinya tentang membaca arah dengan melihat susunan bintang. Hal kecil yang memiliki arti yang besar.
Akhir kata, novel ini totally recommended.

No comments:

Post a Comment